REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah korban meninggal dunia akibat bencana banjir di Jakarta, Jawa Barat, dan Lebak, Banten, terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, banjir telah merenggut 60 korban jiwa hingga Ahad (5/1). Pada Sabtu (4/1), BNPB mencatat sebanyak 53 orang meninggal dunia dan satu orang hilang.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana BNPB Agus Wibowo menyampaikan, korban jiwa paling banyak terdapat di Bogor, Jawa Barat, dengan jumlah korban sebanyak 16 jiwa. Sedangkan, di Kabupaten Lebak, ada sebanyak sembilan korban jiwa.
Ia menjelaskan, penyebab korban meninggal dunia bermacam-macam. Warga yang meninggal akibat terseret arus banjir sebanyak 31 jiwa, tersengat listrik 6 jiwa, keracunan asap genset 4 jiwa, longsor 4 orang, banjir dan kebakaran 2 jiwa, hipotermia 2 jiwa, serangan jantung 2 jiwa, lalu tertimpa bangunan 2 jiwa.
"Sisanya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan usia lanjut satu jiwa, kelelahan satu jiwa, dan belum teridentifikasi lima orang," kata Agus kepada Republika, Ahad (5/1).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, puncak musim hujan 2020 baru terjadi pada Februari dan Maret. Oleh karena itu, masyarakat diimbau tetap waspada dan berhati-hati.
Kepala Bidang (Kabid) Diseminasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Djatmiko menjelaskan, saat ini Indonesia sudah memasuki musim hujan. "Kemudian, untuk puncaknya lebih didominasi pada Februari dan Maret 2020," katanya saat dihubungi Republika.
Ia mengimbau masyarakat tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan, seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang, pohon tumbang, dan jalan licin. "Selain itu, kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi diimbau agar selalu waspada," ujarnya.
Warga terdampak banjir beraktivitas di tenda pengungsian di kawasan Stasiun Rawa Buaya, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Hingga kemarin, korban banjir di sejumlah daerah masih mengungsi, Di Kabupaten Lebak, masih ada 17.200 jiwa atau 4.368 kepala keluarga (KK) yang mengungsi akibat banjir bandang dan tanah longsor di enam kecamatan di daerah itu.
"Semua warga yang terdampak bencana alam itu ditampung di delapan posko pengungsian," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Kaprawi, saat dihubungi di Lebak, Ahad.
Kedelapan Posko Pengungsian itu di antaranya Posko Pengungsian Gedung PGRI Kecamatan Sajira; Posko Pengungsian Nangela, Desa Calungbungur, Kecamatan Sajira; Posko Pengungsian Desa Tambak, Kecamatan Cimarga; Posko Pengungsian Kantor Kecamatan Cipanas; Posko Pengungsian Kecamatan Curugbitung; dan Posko Pengungsian Gedung Serba Guna, Kecamatan Lebak Gedong.
Masyarakat yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor itu mengungsi dalam lima hari terakhir karena 1.000 rumah warga mengalami rusak berat hingga rata dengan tanah. Para korban banjir tersebar di enam kecamatan, yaitu Kecamatan Lebak Gedong, Cipanas, Sajira, Curug Bitung, Maja, dan Kecamatan Cimarga.
"Kami mengutamakan penyaluran bantuan makanan dan kesehatan sebagai pelayanan dasar agar tidak menimbulkan kerawanan pangan dan serangan penyakit menular," ujarnya.
Menurut dia, bencana banjir bandang dan tanah longsor itu yang lebih parah berada di perkampungan di Kecamatan Lebak Gedong karena lokasinya dekat pertambangan liar di kaki gunung Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan aliran Sungai Ciberang. BPBD bekerja sama dengan TNI, Basarnas, Polri, dan relawan agar penanganan bencana dilakukan secara cepat sehingga dapat mengurangi risiko.
Selain itu, pihaknya menyalurkan bantuan logistik kepada warga yang tinggal di delapan posko pengungsian berupa beras, minyak, gula, mi instan, makanan siap saji, makanan camilan, pakaian, selimut, dan susu bayi.
Aminah, warga di Posko Pengungsian Desa Banjar Irigasi Kecamatan Lebak Gedong mengatakan, kebutuhan konsumsi makanan dan pakaian para pengungsi terpenuhi selama berada di posko pengungsian. "Kami belum memikirkan untuk kembali ke rumah karena kondisi perkampungan yang hanyut diterjang banjir bandang dan longsor," katanya. n rr laeny sulistyawati/antara, ed: satria kartika yudha