REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, menyatakan Amerika Serikat (AS) akan membayar kesalahan karena membunuh komandan pasukan elit Iran, Qasem Soleimani. Nasrallah mengatakan Presiden AS Donald Trump dan pemerintahannya akan menyadari bahwa mereka telah kehilangan wilayah ketika peti mati tentara dan perwira Amerika dikirim pulang.
"Tindakan paling adil yang diambil terhadap Amerika adalah menentang kehadiran militer AS di kawasan itu, termasuk pangkalan militer, kapal perang, dan setiap perwira dan prajurit AS," ujar Nasrallah dilansir Anadolu Agency, Senin (6/1).
Sebelum AS melancarkan serangan udara, Nasrallah telah memberikan peringatan kepada Soleimani mengenai risiko pembunuhan terhadap dirinya. Nasrallah menyampaikan peringatan itu ketika bertemu dengan Soleimani di Beirut pada 1 Januari.
Nasrallah mengatakan upaya pembunuhan terhadap Soleimani telah beberapa kali dilakukan. Kini, Soleimani terbunuh dalam serangan udara bertepatan dengan pemilihan presiden AS dan perkembangan regional. Dia menekankan, Trump ingin merebut sumur minyak di Irak dan tidak ingin ada negara lain yang menentangnya di wilayah tersebut.
Soleimani tewas saat AS melancarkan serangan udara ke Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada Jumat pagi. Serangan membidik konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki hubungan dekat dengan Iran. Itu merupakan serangan besar pertama AS terhadap kelompok yang terafiliasi atau terkait dengan Iran sejak menarik pasukannya dari Irak pada 2011.
Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Ia dipercaya memimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap dari Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial, termasuk kontra-intelijen di kawasan.
Sebelumnya, Trump membela keputusannya memerintahkan pembunuhan terhadap Soleimani. Menurut Trump, tindakan itu seharusnya telah dilakukan sejak lama. Sebab, Soleimani dipandang sebagai teroris nomor satu di dunia.