REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Komandan militer Iran Esmail Ghaani bersumpah akan membalas dendam atas serangan udara Amerika Serikat (AS) yang menewaskan jenderal terkemuka Iran, Qassem Soleimani. Ghaani ditunjuk sebagai pemimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap Garda Revolusi Iran untuk menggantikan Soleimani.
"Tuhan Yang Maha Kuasa telah berjanji untuk membalas dendam, dan Tuhan adalah pembalas yang utama. Tentunya kami akan mengambil tindakan," ujar Ghaani dalam sebuah wawancara dengan televisi pemerintah Iran yang ditayangkan Senin (6/1).
Ghaani telah lama berpartner dengan Soleimani. Ghaani dikenakan sanksi oleh AS sejak 2012 karena mendanai operasi militer di seluruh dunia, termasuk dengan proxy di Irak, Lebanon, dan Yaman. Proxy tersebut kemungkinan akan terlibat dalam operasi yang menargetkan kepentingan AS di Timur Tengah maupun tempat lainnya di dunia.
"Kami berjanji untuk melanjutkan perjuangan Soleimani seperti sebelumnya dengan bantuan Tuhan, dan sebagai imbalan atas syahidnya Soleimani, kami bertujuan untuk menyingkirkan Amerika dari wilayah tersebut," kata Ghaani.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Abbas Mousavi sebelumnya mengatakan kepada wartawan bahwa, pembunuhan Soleimani akan mendorong para pejabat Iran untuk mengambil langkah lebih besar dari kesepakatan nuklir.
"Di dunia politik, semua perkembangan saling berhubungan," kata Mousavi.
Mengenai kesepakatan nuklir, televisi pemerintah Iran mengutip pernyataan pemerintah Presiden Hassan Rouhani yang mengatakan, negara itu tidak akan mematuhi pembatasan kesepakatan nuklir pada pengayaan uranium. Hal itu termasuk dalam kegiatan pengembangan uranium.
Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson secara khusus mendesak Iran untuk menarik semua langkah yang tidak sejalan dengan perjanjian nuklir 2015 (JCPOA). Namun, Iran bersikeras bahwa mereka tetap terbuka untuk bernegosiasi dengan mitra-mitra Eropa mengenai program nuklirnya.