Senin 06 Jan 2020 15:18 WIB

Kemenperin Usulkan Tiga Opsi Turunkan Harga Gas Industri

Salah satu opsi menurunkan harga gas industri adalah izin impor gas oleh swasta.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Petugasmemeriksa aliran gas pelanggan rumah tangga di Medan, Sumatera Utara, Kamis (22/2). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus melakukan upaya penurunan harga gas.
Foto: Septianda Perdana/ANTARA
Petugasmemeriksa aliran gas pelanggan rumah tangga di Medan, Sumatera Utara, Kamis (22/2). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus melakukan upaya penurunan harga gas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus melakukan upaya penurunan harga gas. Hal itu sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 40/2016 tentang penetapan harga gas bumi untuk industri tertentu sebesar 6 dolar AS per MMBTU.

"Harga gas merupakan hal sangat penting, supaya harga gas yang sampai pada industri sesuai. Dengan begitu industri bisa mempunyai daya saing tinggi, apalagi dibandingkan industri serupa di kawasannya," ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kepada wartawan di Jakarta, Senin, (6/3).

Menurutnya agar industri di dalam negeri mampu berdaya saing, harga gas untuk industri tidak bisa lebih dari 6 dolar AS per MMBTU. Maka, kata Agus, Kemenperin mengusulkan tiga opsi sebagai upaya penurunan harga gas untuk sektor industri.

Usulan itu rencananya disampaikan ke Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas siang ini. "Kami sampaikan kepada Presiden dalam rangka mencari harga gas industri yang sesuai sehingga bisa meningkatkan utilitas," ujarnya. 

Opsi pertama, ujar dia, pengurangan porsi pemerintah dari hasil kegiatan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Dari perhitungan bersama dengan PGN, porsi pemerintah sebesar 2,2 dolar AS per MMBTU. 

Jika porsi ini dihilangkan atau dikurangi, maka harga gas bisa turun dari rata-rata sekarang yang sebesar 8 sampai 9 dolar AS per MMBTU. "Berkaitan pengurangan porsi pemerintah, kira-kira alurnya begini, industri mendapat pasokan gas dari PGN (Perusahaan Gas Negara). Dalam rangka PGN salurkan ke industri, dia harus bangun infrastruktur, tapi di sisi lain PGN pun harus beli gas untuk disalurkan ke industri, entah dari Pertamina, K3S, atau SKK Migas. Ini yang kami maksud pengurangan porsi," tutur Agus. 

Opsi kedua, lanjutnya, KKKS diwajibkan Domestic Market Obligation (DMO) gas yang bisa diberikan kepada PGN. Dengan begitu akan menjamin kuantitas alokasi gas untuk industri dengan harga spot yang saat ini 4,5 dolar AS per MMBTU.

Agus melanjutkan, opsi ketiga yakni swasta diberikan kemudahan importasi gas untuk pengembangan kawasan-kawasan industri yang belum ada jaringan gas nasional. "Swasta diberikan keleluasaan mengimpor gas, khususnya gas untuk industri. Kalau harga gas sudah bisa diselesaikan sesuai standar dan pasokan gas bisa dijamin, menurut kami sekitar 30 persen masalah industri bisa diselesaikan," jelasnya.

Ia menegaskan, perusahaan diberikan tugas lakukan importasi gas hanya untuk menyuplai industri yang membutuhkan gas. Dengan begitu, industri tersebut bisa dorong daya saing tinggi bagi industri itu. "Importir gas nggak bisa impor untuk kebutuhan lain, selain kebutuhan industri," tegas Agus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement