Senin 06 Jan 2020 15:47 WIB

REI Minta Batasan Objek Kena Pajak Rumah Disesuaikan

Penyesuaian batasan nilai kena pajak rumah untuk meringankan masyarakat.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolanda
Wakil Presiden KH Ma
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden KH Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosisiasi perusahaan properti yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI) mendorong Pemerintah menyesuaikan nilai batas harga rumah yang tidak terkena pajak. Wakil Ketua Umum REI Murod menerangkan, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur batas objek yang dikenakan pajak sebesar Rp 60 juta.

Namun, jumlah itu disesuai dengan harga rumah saat itu yang sekitar Rp 55 juta, sementara saat ini rata-rata nasional, harga rumah untuk MBR berkisar Rp 150 juta.

"Usulan kami ke depan Pak wapres, mohon kiranya nilai objek pajak yang tidak kena pajak itu disesuaikan dengan harga yan dikeluarkan pemerintah yaitu berkisar secara nasional 150 juta," ujar Murod saat hadir dalam audiensi DPP dan DPD REI dengan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (6/1).

Menurutnya, penyesuaian batasan nilai kena pajak rumah untuk meringankan masyarakat atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Apalagi, kebutuhan masyarakat terhadap rumah MBR di Indonesia masih sangat banyak.

Pemerintah saat ini juga mempunyai program dua juta rumah untuk rakyat yang ketentuannya DP satu persen dan bunga lima persen. "Program Pak presiden, itu dua juta rumah bahwa DP satu persen dan bunga lima persen, nah di sini kami mengusulkan agar membantu masyarakat tentang BPATB itu yang masih dikenakan lima persen berdasarkan ketentuan UU 28 Tahun 2019 dimana nilai objek pajak yang tidak kena pajak itu 60 juta," ujar Murod.

Selain itu, ia juga mengharapkan tambahan pembiayaan dari Pemerintah dalam program pembangunan rumah. Sebab, anggaran Pemerintah sebesar Rp11 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) 2020 masih jauh dari kebutuhan.

Ia mengatakan, anggaran hanya cukup untuk 97.700 unit rumah, sementara target pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah sebanyak 260.000 unit. "Jadi masih dibutuhkan anggaran lebih kurang Rp 18 triliun. untuk ittu kami coba memberi usulan kepada pemerintah dan agar bisa memberi pertimbangan," ujarnya.

Ia mengusulkan agar masyarakat dengan penghasilan maksimal sebesar Rp 4 juta disediakan subsidi anggaran sebesar Rp 1 triliun, dengan bunga KPR lima persen dengan tenor 20 tahun. Menurutnya, jumlah tersebut dapat mengkaver 8.888 unit rumah.

Kedua, ia mengusulkan agar Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 10 triliun kepada masyarakat dengan penghasilan maksimal Rp 5 juta. Untuk masyarakat segmen penghasilan tersebut, pemerintah dapat mengenakan bunga FLPP sebesar 8 persen dan tenor 20 tahun

“Sehingga bisa cover 141.300 unit,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement