REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Peneliti dari NK Research, Universitas Brawijaya (UB) Ahmad Muammar Kadafi mengungkapkan, saat ini Indonesia hanya menggunakan dua jenis serum anti-bisa ular. Serum tersebut biasanya digunakan untuk seluruh jenis ular berbisa.
Menurut Kadafi, penggunaan dua serum untuk seluruh jenis ular kurang tepat. Pasalnya, Indonesia terdata memiliki 77 jenis ular berbisa. "Itu kalau berdasarkan di literatur," ucap Kadafi melalui pesan resmi yang diterima Republika.co.id. Senin (6/1).
Berdasarkan literatur yang ada, ular memiliki dua jenis bisa seperti neurotoksin dan hemotoksin. Neurotoksin biasanya sering dikeluarkan oleh ular jenis weling dan kobra. Sementara hemotoksin pada ular tanah dan hijau berekor merah.
Terlepas dari dua jenis bisa pada umumnya, Kadafi mengatakan, hal paling penting dari ular. Menurutnya, setiap ular memiliki kadar bisa berbeda ketika menggigit. Begitupula karakter bisa yang dimiliki setiap ular.
Melihat kondisi tersebut, Ketua Reptile Addict Malang (RAM), Hafid Andrian meminta, pemerintah segera mencari jalan keluar terkait anti-bisa. Pemerintah perlu menyediakan serum anti-bisa yang monovalen. Hal ini berarti setiap jenis ular disediakan satu anti-bisa agar lebih efektif pada proses pengobatan.