REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adysha Citra Ramadani dan Flori Sidebang
JAKARTA -- Penangkapan Medina Zein mengejutkan publik. Siapa sangka di balik kesuksesannya, Medina ditangkap polisi karena penyalahgunaan obat terlarang.
Medina Zein mengaku mengonsumsi obat dengan kandungan amfetamin karena mengidap penyakit bipolar. Medina menjelaskan, obat yang ia konsumsi itu telah sesuai dengan resep yang diberikan oleh dokter.
"Memang ada satu obat yang digunakan oleh saya tapi sesuai dengan dokter. Itu yang membuat positif juga (penggunaan narkoba), tapi itu obat bipolar. Saya mengidap bipolar sejak 2016 tapi itu genetik," kata Medina dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, awal tahun ini.
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus menegaskan, penggunaan obat dengan kandungan amfetamin telah dilarang. Sebab, kata Yusri, obat tersebut termasuk dalam golongan narkoba.
Sebenarnya, apa aturan bagi pengobatan masalah kesehatan jiwa seperti bipolar? Beberapa studi internasional menunjukkan bahwa penggunaan stimulan seperti amfetamin dapat membantu penderita gangguan bipolar dewasa yang mengalami episode depresi. Akan tetapi, beragam uji acak terkontrol belum menunjukkan bukti kuat terkait hal tersebut.
Bipolar merupakan masalah kejiwaan yang mengganggu suasana hati atau mood penderitanya. Penderita gangguan bipolar bisa mengalami episode hipomanik, manik, depresi dan campuran dari episode-episode ini.
Ketika mengalami episode depresi, mood penderita gangguan bipolar akan menurun. Penderita gangguan bipolar akan merasa murung, kurang semangat, mudah lelah, tidak mau melakukan apa-apa dan bahkan bisa memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup.
"Itu minimal dua minggu, selama dua minggu (mood) itu turun terus," jelas Kepala Balai Rehabilitasi BNN Baddoka dr Iman Firmansyah SpKJ SH saat dihubungi Republika.co.id.
Di sisi lain, amfetamin merupakan zat stimulan yang bisa meningkatkan atau menstimulasi sistem saraf agar bekerja lebih 'ulet' atau kencang. Amfetamin dapat membuat penggunanya tidak mau diam dan terus aktif bergerak. Penggunaan amfetamin juga dapat memunculkan rasa waspada yang berlebihan hingga berujung pada paranoid.
Pemberian amfetamin sebagai stimulan untuk penderita gangguan bipolar yang mengalami episode depresi dapat membuat mood melonjak naik. Akan tetapi, peningkatan mood yang terjadi akan sangat tinggi dan bisa membuat penderita gangguan bipolar mengalami episode manik.
Episode manik adalah suatu kondisi di mana penderita gangguan bipolar memiliki mood yang tinggi. Pada episode ini, penderita gangguan bipolar bisa mudah marah, memiliki emosi berlebihan, sulit merasa lelah dan ingin terus beraktivitas, hingga tidak mau tidur.
"Kan akan menjadi masalah baru lagi," terang Iman.
Iman mengatakan terapi terbaik untuk penderita gangguan bipolar adalah obat mood stabilizer untuk menstabilkan mood penderita. Obat ini berfungsi meningkatkan mood penderita gangguan bipolar ke batas normal ketika mengalami mengalami episode depresi dan menurunkan mood ke batas normal ketika mengalami episode manik.
"Ditambah juga dengan psikoterapi dan psikoedukasi," tambah Iman.
Risiko Penyalahgunaan Amfetamin
Amfetamin merupakan sebuah zat stimulan yang dapat menstimulasi sistem saraf untuk bekerja lebih kencang. Penderita gangguan bipolar dinilai memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap penyalahgunaan zat ini.
"Risiko tinggi, orang bipolar menyalahgunakan zat itu tinggi," tukas Kepala Balai Rehabilitasi BNN Baddoka dr Iman Firmansyah SpKJ SH.
Salah satu episode dalam gangguan bipolar adalah episode manik. Pada episode manik, mood penderita gangguan bipolar akan meningkat tinggi minimal selama satu minggu. Dia bisa menjadi mudah marah, meledak-ledak, memiliki emosi berlebihan, tidak mudah lelah, ingin terus beraktivitas dan tidak mau tidur.
"Tidak mau tidur, bukan tidak bisa tidur ya," terang Iman.
Penderita gangguan bipolar juga bisa mengalami episode depresi. Berlawanan dengan episode manik, episode depresi akan membuat mood penderita gangguan bipolar menjadi sangat menurun minimal selama dua minggu. Pada episode ini, penderita gangguan bipolar bisa merasa murung, semangat menurun, mudah lelah, tidak ingin melakukan apa-apa atau malas bergerak, bahkan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup.
Di antara episode manik dan depresi, ada episode bernama hipomanik. Hipomanik merupakan sebuah episode di mana perasaan atau mood penderita gangguan bipolar mulai meningkat. Ada pula episode campuran di mana episode manik, hipomanik dan depresi bercampur sehingga membuat mood penderita gangguan bipolar berubah-ubah.
Yang menjadi masalah, lanjut Iman, amfetamin kerap dimanfaatkan oleh sebagian penderita gangguan bipolar sebagai 'pelarian'. Saat mengalami episode manik misalnya, penderita gangguan bipolar yang merasa sangat bahagia, ingin terus beraktivitas hingga tidak mau tidur bisa terdorong untuk menggunakan amfetamin sebagai jalan keluarnya.
Sebaliknya, penderita gangguan bipolar yang mengalami episode depresi bisa terdorong untuk menggunakan amfetamin demi meningkatkan mood atau semangat. Padahal, pengingkatan mood yang terjadi akibat penggunaan amfetamin bisa sangat tinggi dan memicu terjadinya episode manik atau emosi berlebihan.
"Jadi orang bipolar, pada saat manik maupun pada saat depresif, kemungkinan untuk menggunakan metamfetamin, amfetamin, atau stimulan itu, itu ada," tambah Iman.
Bila merujuk pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, amfetamin masih tergolong dalam kelompok obat psikotropika golongan II. Menurut undang-undang tersebut, psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
"(Undang-undang ini) sudah nggak berlaku," jelas Iman.
Iman mengatakan saat ini undang-undang yang berlaku adalah Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Seperti dimuat pada Lampiran I dari undang-undang tersebut, amfetamin atau amfetamina masuk ke dalam narkotika golongan I.
Bila merujuk pada pasal 8, narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Selain itu, dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri, atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Rehabilitasi Medina
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, berdasarkan hasil asesmen dari Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta merekomendasikan Medina Zein untuk direhabilitasi. Yusri menyebut, Medina akan menjalani rehabilitasi mulai 3 Januari 2020.
"Ditresnarkoba melakukan gelar perkara menyangkut MZ, yang bersangkutan harus diasesmen, sehingga diputuskan untuk Medina Zein akan dilaksanakan rehabilitasi," kata Yusri.
Yusri mengungkapkan, Medina akan direhabilitasi selama tiga bulan di Lembaga Pendidikan Polri, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. "Dalam kurun waktu tiga bulan akan direhabilitasi tapi akan dilihat dari situasi akan bertambah atau berkurang (masa rehabilitasinya) tergantung tim di sana," ungkap Yusri.