REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih John Bolton mengatakan bersedia bersaksi dalam sidang pemakzulan Presiden Donald Trump. Perkembangan ini dapat berpotensi memperkuat kasus yang akan disidangkan di Senat.
Sebagai pejabat tinggi Gedung Putih yang menyaksikan banyak peristiwa yang memicu House of Representative menggelar pemakzulan terhadap Trump pada bulan Desember, Bolton dapat memberikan bukti baru tentang upaya Trump menekan Ukraina untuk menyelidiki rival politiknya.
Salah satu saksi dalam penyelidikan pemakzulan yang digelar House mengatakan Bolton menentang upaya pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani untuk menekan Kiev. Tapi tidak melalui jalur diplomatik. Salah satu saksi mengatakan Bolton menyebutnya 'kesepakatan narkoba'.
"Jika Senat memerintahkan kesaksian saya, saya akan menyiapkan kesaksian," kata Bolton, tanpa menjelaskan lebih lanjut, Selasa (7/1).
Penyidik Kongres yakin Bolton menentang keputusan Trump untuk menahan bantuan militer senilai 390 juta dolar AS untuk Kiev. Salah pembantu Senat mengatakan Kongres ingin mendapat penjelasan mengenai hal itu.
Pada November pengacara Bolton mengatakan kliennya dapat memberikan titik terang baru dalam keputusan Gedung Putih. Tapi ia menolak untuk berpartisipasi dalam penyelidikan pemakzulan di saat pemerintah Trump dan Kongres berhadapan di pengadilan untuk akses kepada saksi dan bukti dokumen.
Partai Demokrat menangkap pengumuman Bolton ini. Mereka mengatakan Bolton dan tiga pejabat pemerintahan Trump lainnya harus memberikan kesaksian ketika Senat mulai sidang pemakzulan.
"Jika ada Senat Partai Republik yang menentang panggilan untuk empat saksi dan dokumen yang diminta mereka akan memperlihatkan dengan jelas mereka berpartisipasi dalam upaya menutup-nutupi," kata ketua Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer.