REPUBLIKA.CO.ID, DUSHANBE -- Pihak berwenang di Tajikistan disebut menangkap puluhan tersangka yang menjadi anggota kelompok terlarang Ikhwanul Muslimin.
Layanan Tajik RFE/RL, Radio Ozodi, Senin (6/1) kemarin melaporkan dosen dan kepala pemerintah daerah termasuk dalam rombongan tersebut. Setidaknya ada 27 orang ditahan dalam penyisiran yang berlangsung selama seminggu terakhir.
Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok Islam yang terlibat secara politis dan konservatif ini didirikan di Mesir pada 1920-an. Kelompok ini dilarang di Tajikistan pada 2006. Menurut kerabat seorang tersangka yang berbicara dengan Ozodi, petugas keamanan menyita kepustakaan agama selama penggeledahan di rumah mereka.
Payom, sebuah situs dengan tautan ke oposisi yang diasingkan, menyebut perkiraan yang lebih tinggi untuk jumlah orang yang ditahan. Mereka menyebut jumlah orang yang ditangkap antara angka 100-250, dan sekitar 20 orang di antaranya adalah dosen universitas.
Dilansir di Eurasianet, sebuah sumber pemerintah mengonfirmasi ada guru di antara mereka yang ditahan. Tetapi mereka menolak memberikan informasi yang lebih spesifik.
Sumber lainnya menyebut di antara para tahanan itu ada warga Mesir berusia 60 tahun, Ali Mansur Bayumi dan keluarganya. Bayumi mengajar di departemen studi Timur Tengah di Universitas Nasional Tajik di Dushanbe.
Kasus penahanan ini sedang ditangani oleh Kantor Kejaksaan Agung dan diklasifikasikan sebagai kasus rahasia. Tajikistan memang tidak asing dengan penangkapan dalam jumlah besar dengan alasan ekstremisme agama. Penyapuan ini sering dilakukan dengan maksud memberantas elemen antipemerintah.
Pada 2016, Komite Negara untuk Keamanan Nasional atau GKNB menangkap 20 imam karena dicurigai sebagai anggota Ikhwanul Muslimin. Sebuah pernyataan resmi mencatat orang-orang ini telah bergabung dengan organisasi tersebut ketika belajar di Timur Tengah.
Otoritas di Tajikistan sangat mencurigai tokoh-tokoh agama yang mendukung hal-hal lain selain dari tema pro-rezim yang diinspeksi dengan ketat dan diizinkan pemerintah. Partai Renaissance Islam Tajikistan atau IRPT berada di posisi utama dalam penyisiran keamanan.
Partai yang kehilangan dua kursinya dalam pemilihan Maret 2015, dinyatakan sebagai organisasi ekstremis. Pada tahun yang sama secara eksplisit menolak retorika ultra-ortodoks dan aksi politik langsung, selanjutnya menjadi sasaran penangkapan massal dalam skala nasional.