Selasa 07 Jan 2020 14:12 WIB

Kepala Bakamla: Kapal China Masih Berada di Laut Natuna

Bakamla masih tetap berkomunikasi dengan coast guard China di Laut Natuna.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (30/12/2019).
Foto: Antara/HO/Dispen Koarmada I
Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (30/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Laksamana Madya Achmad Taufieqoerrochman mengatakan, kapal nelayan maupun kapal coast guard Cina masih berada di Laut Natuna. Bahkan, menurut dia, ada perkuatan.

Namun, ia belum dapat memastikan akan ada penambahan kapal penjaga China di Natuna atau penggantian kapal. "Yang jelas tadi pagi sudah laporan Menlu (Menteri Luar Negeri) bahwa masih ada dua coast guard mereka di sekitar situ. Ada satu di luar, ada dua yang perkuatan di atas, di Nansha. Mungkin akan ada pergantian patroli mereka," ujar Taufieq di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (7/1).

Baca Juga

"Kalau jumlah di situ tetap, tapi kelihatannya ada perkuatan. Apakah perkuatan itu untuk memperkuat atau mengganti, nanti kita akan lihat. Ada tiga coast guard, dua di utara. Apakah dua ditarik masuk tetap tiga atau memang ditambah. Ada juga saya lihat mereka menyiapkan kapal logistik," lanjut dia.

Ia menuturkan, Bakamla masih tetap berkomunikasi dengan coast guard China di Laut Natuna dengan isi yang sama. Di samping itu, menurut Taufieq, pengamanan dengan operasi di lokasi dan diplomasi oleh pemerintah harus sama-sama kuat.

Ia mengatakan, pemerintah tetap dengan tegas menyatakan tak ada negosiasi terkait Natuna. Akan tetapi, diplomasi China dan Indonesia harus dilakukan karena China mengklaim perairan Natuna sehingga kapal-kapal nelayan Cina melakukan penangkapan ikan dengan dijaga coast guard China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

"Tapi ingat pada saat Filipina mengajukan ke pengadilan internasional, Cina kalah. Tapi tetap aja kan. Karena dia punya kekuatan. Karena itu untuk mendukung diplomasi kita, saya (Bakamla) hadir di sana. Intinya di situ," kata dia.

Di samping diplomasi oleh pemerintah melalui Menlu RI, Bakamla mengimbangi kapal-kapal China di Laut Nita dengan mengerahkan kapal Bakamla. Bahkan, kata Taufieq, Bakamla juga akan menambah dua KRI milik Bakamla yang diberangkatkan ke Natuna dari Batam.

Di sisi lain, lanjut dia, pemerintah Indonesia juga jangan membuat China malu karena mundur dari perairan Natuna. Sebab, hal serupa juga pernah terjadi pada China dan Taiwan saat mengajukan dash line tahun 1947 silam.

Dengan demikian, pemerintah Indonesia harus memahami perilaku China ini. Bisa saja, seperti permasalahan terakhir, ada permasalahan internal dalam negeri di China itu sendiri.

"Dash line diajukkan tahun 1947 oleh Cina Taiwan, kalau sekarang Cina menarik itu masalahnya ternyata kok lebih lemah dari Taiwan. Itu mana mungkin kan? Taiwan harus independen. Bagaimana selalu bekerja sama dengan Menlu tidak ada yang dipermalukan," tutur Taufiq. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement