Rabu 08 Jan 2020 00:40 WIB

Pasukan AS di Irak di Tengah Ancaman Perang dengan Iran

AS menyatakan tidak ada keputusan untuk evakuasi pasukannya di Irak.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Reiny Dwinanda
Pasukan militer AS di Ira. Menteri Pertahanan AS Mark Esper membantah AS akan menarik pasukannya dari Irak.
Foto: AP Photo
Pasukan militer AS di Ira. Menteri Pertahanan AS Mark Esper membantah AS akan menarik pasukannya dari Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelangsungan keberadaan militer Amerika Serikat (AS) di Irak semakin tak menentu. Pemerintahan di Washington masih bingung merespons tuntutan pemerintah Irak agar militer AS hengkang setelah pembunuhan Komandan Pasukan Quds Iran Qasem Soleimani pada Jumat pekan lalu.

Petinggi gugus tugas pasukan sekutu yang dipimpin AS untuk memerangi ISIS sudah melayangkan surat kepada Kementerian Pertahanan Irak pada Senin (6/1). Isinya menyatakan bahwa mereka segera berkemas dan bersiap-siap untuk memastikan keberangkatan meninggalkan Irak berlangsung dengan aman dan efisien.

Baca Juga

Surat itu dibuat dan diautentifikasi oleh komandan AS di Irak Brigadir Jenderal William Seely. Dia mengatakan dirinya akan diganti dengan yang lain untuk kemajuan bersama.

Tak lama setelah itu, Menteri Pertahanan AS Mark Esper di Pentagon menjelaskan bahwa surat tersebut tidak sejalan dengan posisi AS. Esper Menegaskan bahwa belum ada keputusan yang dikeluarkan sebagai dasar penarikan pasukan dari Irak.

Kepala Staf Gabungan Militer AS, Jenderal Mark Milley mengatakan, surat itu telah dikirim dengan tidak tepat. Menurutnya, surat itu masih berbentuk draf dan belum ditandatangani.

"Itu adalah sebuah kesalahan, seharusnya tidak dikeluarkan,” ujar Milley sebagaimana diberitakan The Guardian.

Pada Selasa, jasad Sulaimani dibawa ke kota tempat tinggalnya di sebelah tenggara Kota Kerman. Di sana, jenazah menjalani prosesi akhir persemayaman.

Stasiun TV setempat menyiarkan langsung wajah dan ekspresi ribuan orang yang tumpah ruah di jalan. Kebanyakan berbusana hitam untuk menunjukkan duka cita dan penghormatan akhir kepada sang jenderal.

Pemimpin Pasukan Garda Revolusi Hossein Salami mengancam tempat-tempat yang secara terang benderang mendukung  AS. Hal itu disampaikannya sambil menggelorakan semangat anti-Israel di tengah keramaian.

“Kita di sini hari ini untuk menghormati komandan agung yang mempertahankan kota suci,” kata salah seorang orator yang datang dari Kota Shiraz untuk menghadiri pemakaman.

Sekutu Amerika Serikat terus menjaga jarak dari keputusan untuk meninggalkan Irak. Sementara itu, ada ribuan masyarakat Iran terjun ke jalan untuk berduka cita. Mereka juga menuntut balas dendam atas kematian sang jenderal.

Israel dan NATO menekankan bahwa mereka tidak terlibat dalam serangan udara pada Jumat yang menewaskan perwira tinggi militer Iran itu. Menteri Dalam Negeri AS Mike Pompeo kecewa dengan sikap dua pihak yang selama ini menjadi mitra dekat AS. Namun respons PM Israel Benjamin Netanyahu terkesan berlebihan, karena dia adalah pendukung Trump dalam berbagai forum dunia.

Dalam rapat kabinet Israel, Netanyahu mengutarakan, pembunuhan Suleimani bukan sikap Israel, tapi aksi Amerika Serikat. “Kami tidak terlibat dan seharusnya tidak diseret ke dalamnya,” katanya.

Wakil Menteri Pertahanan Kerajaan Arab Saudi, Khalid bin Salman, berada di Washington pada Senin untuk hubungan multirateral

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, menekankan bahwa masih ada waktu untuk berdiplomasi. Namun, dia memperingatkan, tanpa aksi strategis untuk melunakkan ketegangan antara AS dan Iran, risiko perang di Timur Tengah menjadi semakin kuat.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang berbicara kepada Pompeo menjelaskan, ketegangan ini mengakibatkan banyak negara mengambil keputusan tak menentu dengan konsekuensi tak terduga dan salah perhitungan.

Sementara itu, Pemerintahan Trump menolak pemberian visa kepada Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif untuk datang ke New York. Rencananya dia akan berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB.  Hal ini menandakan AS telah melanggar kesepakatan yang dibuat di PBB.

Juru bicara Iran mengatakan, belum ada pemberitahuan tentang keputusan apa pun. Sedankan juru bicara PBB menolak mengomentari kejadian ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement