REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ada motif tertentu yang ingin ditunjukkan predator seks seperti Reynhard Sinaga. Motif itu berkaitan dengan upaya untuk menunjukkan eksistensinya.
"Dugaan saya, dia ingin teman-temannya mengakui dirinya hebat, karena bisa "menaklukkan" orang asing,” kata Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Reni Kusumowardhani, saat dihubungi Republika.co.id pada Selasa (7/1).
Menurut Reni, Reynhard yang asal Indonesia berbangga hati dengan kemampuannya mencabuli setidaknya 190 pria di Manchester, Inggris, dalam periode 2,5 tahun. Kemungkinan besar, Reynhard menganggap itu sebagai keunggulan dan kehebatan yang belum tentu dimiliki orang lain. Kelak, foto dirinya akan diekspos dan dibagikan kepada teman-temannya melalui media sosial.
Reni juga menduga, ada motif lain berupa pemenuhan hasrat seksual. Namun, motif ini sebetulnya umum ditemukan pada pelaku kekerasan seksual, siapa pun orangnya.
Berdasarkan fakta persidangan, Reynhard melakukan kekerasan seksual ratusan kali hingga hakim pun menyebutnya sebagai "setan predator seks". BBC mengabarkan bahwa pria berusia 36 tahun itu menunggu mangsanya keluar dari kelab malam atau bar. Rata-rata korbannya hanyalah pria-pria muda yang ingin bersenang-senang.
Reynhard kemudian mendekati mereka lalu mengajak ke apartemennya dengan dalih menawarkan tempat untuk minum-minum atau menelepon taksi. Saat korban lengah, ia mencampurkan obat bius yang membuat korbannya tak ingat apapun kejadian malam itu.
"Ini hukum perilaku. Awalnya, dia mungkin belum terbiasa, tapi karena berhasil dan tidak ketahuan, maka dia mengulangi aksi yang sama berkali-kali sehingga menjadi hukum perilaku,” kata Reni yang kerap menjadi dosen tamu di sejumlah perguruan tinggi di Indonesia.
Reni menjelaskan, sejumlah riset menyimpulkan kekerasan seksual yang tidak ketahuan cenderung terulang lagi, bahkan sampai berkali-kali. Pelakunya tunggal, seperti Reynhard, tapi korbannya banyak.
Menurut Reni, kejahatan yang jelas merugikan orang lain itu dianggap Reynhard sebagai kesenangan. Karena itu dia terus mengulanginya, meski menyadari risiko hukuman yang akan dihadapinya.
Reynhard terbukti melakukan 159 pelanggaran, termasuk 136 pemerkosaan yang direkam melalui dua ponselnya. Polisi Inggris mengatakan masih ada 70 korban yang belum diidentifikasi dan diinvestigasi, bahkan diperkirakan pria berusia 36 tahun itu telah melakukan pelecehan seksual terhadap 195 orang dalam dua setengah tahun terakhir.
Pengadilan Manchester memvonisnya dengan hukuman kurungan penjara seumur hidup. Reynhard mendaftar untuk meraih gelar PhD dalam bidang geografi di Leeds University. Dia menulis tesis yang berjudul "Seksualitas dan transnasionalisme. Laki-laki gay dan biseksual Asia Selatan di Manchester". Selain itu, dia kerap menulis esai seputar homoseksual. Beberapa di antaranya diterbitkan secara online.
Leeds University menangguhkan tesisnya setelah Reynhard ditangkap pada 2017. Kampus tersebut kemudian mengeluarkan Reynhard pada 2018, menyusul sidang perdana kasus tersebut.