REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah Cina mengklaim telah menjalin komunikasi dengan Indonesia perihal perkembangan situasi di Laut Natuna Utara. Hal itu sehubungan dengan adanya kapal nelayan dan penajaga Cina yang memasuki wilayah perairan tersebut.
"Mengenai beberapa perkembangan maritim baru-baru ini, Cina dan Indonesia telah berkomunikasi satu sama lain melalui saluran diplomatik. Cina dan Indonesia adalah mitra strategis yang komprehensif," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang pada Selasa (7/1).
Menurutnya, persahabatan dan kerja sama adalah arus utama hubungan Cina dan Indonesia. Sementara perbedaan hanyalah cabang. "Sebagai negara pesisir Laut Cina Selatan dan negara-negara besar di kawasan ini, Cina dan Indonesia memiliki tugas penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas regional," ujarnya.
Geng mengungkapkan Cina selalu memandang hubungan bilateral dengan Indonesia dari perspektif strategis dan jangka panjang. "Kami yakin Indonesia juga akan memiliki gambaran yang lebih besar tentang hubungan bilateral dan stabilitas regional, menyelesaikan perbedaan dengan Cina, dan menumbuhkan suasana serta kondisi yang menguntungkan untuk merayakan peringatan ke-70 hubungan diplomatik kita," kata dia.
Masuknya kapal nelayan dan penjaga pantai Cina ke wilayah perairan Natuna diprotes keras oleh Indonesia. Beijing dinilai telah melanggar United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)1982. UNCLOS diketahui mengatur tentang zona ekonomi eksklusif yang membentang sejauh 200 mil laut dari bibir pantai. Indonesia dan Cina sama-sama merupakan negara pihak dalam UNCLOS.
Kendati demikian Cina mengklaim memiliki hak untuk berlayar atau melintasi wilayah perairan Natuna. Hal tersebut didasarkan pada nine dash line atau sembilan garis putus, yakni wilayah Laut Cina Selatan seluas 2 juta kilometer persegi, yang 90 persennya diklaim Cina sebagai hak maritim historisnya.
Indonesia telah menegaskan tak akan mengakui nine dash line karena tak memiliki dasar hukum. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menyatakan tak akan bernegosiasi dengan Cina perihal kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.
Pada KTT ASEAN ke-35 di Bangkok, Thailand, tahun lalu, Perdana Menteri Cina Li Keqiang mengatakan negaranya siap bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk menyelesaikan sengketa klaim Laut Cina Selatan.
"Kami bersedia bekerja sama dengan ASEAN, berdasarkan konsensus yang telah dicapai, untuk mempertahankan perdamaian dan stabilitas jangka panjang di Laut Cina Selatan, sesuai dengan jadwal yang ditetapkan selama tiga tahun," kata Li pada November 2019.
Jadwal yang ditetapkan selama tiga tahun merujuk pada pembahasan perihal code of conduct (COC) atau kode perilaku di Laut Cina Selatan antara Cina dan negara anggota ASEAN. Tempo selama tiga tahun disepakati saat ASEAN menghelat konferensi bisnis dan investasi di Singapura pada November 2018.
Fungsi COC adalah menghadirkan mekanisme operasional pencegahan konflik dan bertujuan mengatur tata perilaku negara-negara terkait di Laut Cina Selatan secara efektif.