REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuktikan jika lembaga itu tidak menjadi lemah pascadisahkannya UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah pada Selasa (7/1), Mahfud berharap KPK juga semakin berani membongkar kasus-kasus besar.
"Mari kita berharap karena undang-undang sudah jadi mudah-mudahan KPK tidak menjadi lemah," ujarnya di kantor Kemenkopolhukam, Rabu (8/1).
Mahfud mengatakan, sejumlah pihak termasuk dirinya sebelum menjadi menteri mengkhawatirkan revisi UU KPK membuat KPK tidak bisa lagi melakukan OTT. Sebab, UU Nomor 19 itu menyebutkan harus ada izin dewan pengawas untuk KPK melakukan penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.
"Ini ternyata tidak kan artinya bisa OTT dan dewan pengawasnya bisa cepat memberi persetujuan dan tidak bocor (informasi sehingga OTT tetap jalan," katanya.
Mahfud tak menampik jika kasus yang menyebabkan OTT Bupati Sidoarjo merupakan kasus yang digarap sejak kepempimpinan KPK periode sebelumnya dan sebelum UU KPK direvisi. Akan tetapi, kata dia, kebijakan boleh OTT per 19 Desember 2019 lalu sepenuhnya atas kewenangan dewan pengawas.
"Berarti tidak ada minimal sampai hari ini sudah mulai terlihat ada tanda bahwa dewan pengawas ini akan proporsional bekerja sehingga OTT jika diperlukan bisa dilakukan. Tetapi ingat presiden memang ingin KPK itu kuat," ujar Mahfud.
Ia menuturkan, KPK kuat apabila berani menabrak dan membongkar kasus-kasus besar, seperti kasus Jiwasraya. Pemerintah mendukung KPK terus melakukan OTT.
"Ya jangan hanya OTT kecil itu lah. Maksudnya kita dukung OTT jalan terus tetapi juga supaya yang besar-besar ini dibuka agar ada buktinya. Kita berharap juga Kejaksaan Agung, Polri bisa membuka yang besar-besar termasuk Jiwasraya itu kita kawal," lanjut Mahfud.