REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Southeast Asian Region Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP) Supriyanto mengatakan Jakarta perlu memperbanyak kawasan resapan untuk menanggulangi banjir.
"Kawasan resapan ini penting sekali," kata mantan ketua gerakan penghijauan peduli banjir Jakarta 2003-2009 itu melalui sambungan telepon kepada Antara, Rabu (8/1).
Ia menyebutkan penyebab banjir di Jakarta, terutama pada awal Tahun Baru dipengaruhi curah hujan dan minimnya daerah resapan. "Curah hujan yang kemarin itu, Bogor itu hujannya kecil sebenarnya. Katulampa saja baru siaga tiga. Tapi Jakarta sudah mulai banjir karena intensitas curah hujannya yang tinggi sampai mencapai 377 milimeter per hari. Itu luar biasa ketinggiannya," katanya.
Kemudian terkait daerah resapan, ia mengakui sejak zaman penjajahan Belanda Jakarta sudah dilanda banjir. Namun, saat itu Jakarta masih memiliki banyak rawa sehingga sebagian besar air hujan masuk ke daerah rawa.
Namun, saat ini sebagian besar rawa-rawa tersebut sudah diurug dan menjadi perumahan. Oleh karena itu, air hujan banyak mengalir ke jalan raya.
Ia juga menekankan pemerintah daerah perlu memerhatikan koefisien bangunan terhadap lahan. Ia menyebutkan luas bangunan di Jakarta saat ini, terutama di bagian utara, mencapai 80 persen dibandingkan dengan 20 persen total kawasan resapan.
"Kalau semakin ke selatan semakin tinggi (kawasan resapannya). Ke Depok itu bangunannya lebih sedikit. Jadi masih banyak lahan-lahan penyerapan," katanya.
Ia menilai upaya naturalisasi yang direncanakan Gubernur DKI untuk mengatasi banjir Jakarta merupakan gagasan yang cukup baik. "Karena naturalisasi itu pada dasarnya memperluas kawasan resapan, supaya air masuk ke bumi. Untuk siapa? Untuk orang-orang Jakarta yang perlu sumur. Karena itu harus dibuat sumur resapan sebanyak-banyaknya. Terus danau yang ada dihidupkan semuanya," katanya.
Ia mengatakan situ atau danau di Jakarta saat ini sudah banyak berkurang. Karena itu kapasitas situ yang tersisa untuk menyerap air akibat hujan deras juga semakin berkurang.
"Setu di Jakarta dulu ada 284. Sekarang tinggal 108 karena diurug jadi perumahan," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah Jakarta perlu benar-benar serius mengoptimalkan fungsi danau guna meminimalkan dampak akibat hujan lebat. Ia juga menyarankan pemerintah DKI membuat aturan agar setiap rumah menyediakan sumur resapan.