REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Serangan roket Iran pada Rabu (8/1) bertujuan membunuh personel Amerika Serikat. Serangan itu juga dilancarkan untuk menciptakan kerusakan besar di pangkalan udara al-Asad.
Pernyataan itu diungkapkan pejabat senior militer AS Jenderal Angkatan Darat Mark Milley selaku Ketua Kepala Staf Gabungan. Ia menambahkan bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan apakah Iran akan melancarkan serangan susulan.
"Saya yakin, berdasarkan pada apa yang saya lihat dan saya ketahui, adalah bahwa (serangan itu) ditujukan untuk merusak bangunan, menghancurkan kendaraan, peralatan dan juga pesawat serta untuk menewaskan personel. Itu penafsiran pribadi saya sendiri," katanya kepada Reuters.
"Namun data analitiknya berada di tangan analis intelijen profesional. Jadi mereka melihat itu," imbuhnya. Milley mengapresiasi para komandan militer di lapangan yang telah mengambil langkah tepat untuk melindungi personel AS.
Para pemimpin dunia mendesak Amerika Serikat dan Iran melakukan diplomasi untuk menghentikan konflik mereka di Irak. Pasukan Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer yang menampung pasukan AS di Irak pada Rabu sebagai balasan atas pembunuhan AS terhadap Jenderal Iran. Hal ini meningkatkan kekhawatiran perang yang lebih luas di Timur Tengah.
Turki dan Rusia meminta AS dan Iran untuk memprioritaskan diplomasi dan mengurangi ketegangan. Mereka memperingatkan bahwa pertukaran serangan oleh Washington dan Teheran dapat menyebabkan siklus ketidakstabilan baru di wilayah tersebut.
Seruan bersama dikeluarkan dalam sebuah pernyataan setelah pertemuan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istanbul. Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mengatakan bahwa ia ingin melihat konflik antara Amerika Serikat dan Iran diselesaikan secara damai melalui dialog dan meminta mereka yang terlibat "tidak untuk berperang".