Kamis 09 Jan 2020 12:34 WIB

Pasca-OTT KPK, KPU Harus Bersihkan Jajarannya

KPK harus terus mengawasi dengan intens kegiatan pemilu, pilpres, dan pilkada.

Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mudjahid
Foto: Kiblat.
Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mudjahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI Sodik Mudjahid menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) di semua tingkatan harus "membersihkan" jajarannya dari praktik korupsi. Hal ini menyusul penangkapan komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (8/1) malam.

"KPU harus terus meningkatkan kebersihan jajarannya," kata Sodik di Jakarta, Kamis (9/1).

Baca Juga

Dia menilai peristiwa OTT KPK terhadap salah seorang komisioner KPU RI yaitu WS, menjadi pelajaran kepada oknum KPU agar tidak main-main dalam Pemilu. Menurut dia, selama ini ada kekhawatiran bahkan kecurigaan masyarakat kepada KPU di beberapa daerah terkait dugaan jual beli suara

Salah satu buktinya, menurut dia, adalah partai politik, calon anggota legislatif dan calon kepala daerah mengeluarkan biaya besar untuk saksi. "Jika KPU kredibel, parpol, caleg dan calon kepala daerah, calon presiden tidak usah terlalu direpotkan dengan saksi," ujarnya.

Dia menilai KPK harus terus mengawasi dengan intens kegiatan pemilu, pilpres dan pilkada. Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum RI yaitu WS.

"Benar. Siapa saja yang diamankan dan dalam kaitan apa, serta berapa uang yang diamankan masih didalami penyidik," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjawab pertanyaan ANTARA mengenai nama komisioner KPU yang diamankan di Jakarta, Rabu (8/1)

Saat dipastikan nama anggota Komisioner KPU tersebut, Alexander tidak membantah. "Informasi awalnya seperti itu," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement