Kamis 09 Jan 2020 13:50 WIB

Realisasi Subsidi Energi 2019 Turun

Pemerintah mematok angka subsidi energi pada 2019 sebesar Rp 160 triliun.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Subsidi bahan bakar minyak (BBM). ilustrasi
Subsidi bahan bakar minyak (BBM). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi subsidi energi pada 2019 tercatat sebesar Rp 135,4 triliun. Angka ini turun dari target yang dipasang APBN sebesar Rp 160 triliun.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif menjelaskan penurunan realisasi subsidi ini karena realisasi ICP dan kurs dibawah dari yang dipasang oleh APBN. Arifin merinci untuk realisasi subsidi listrik sepanjang 2019 kemarin sebesar Rp 49,7 triliun. Angka ini juga turun dari plafon yang dipasang APBN sebesar Rp 59,3 triliun.

Baca Juga

Sedangkan untuk solar dan LPG pemerintah perlu merogoh kocek APBN sebesar Rp 85,7 triliun. "Subsidi yang tadi karena kursnya turun, harga ICP dari tinggi patokannya tiba tiba pada kenyataannya di bawah. Dari 70 dolar AS ke 60 dolar AS ada gap 10 dolar lalu dikali penguatan rupiah seribu jadi 10000 per satuan. Jadi itulah yg sebabkan penurunan subsidi," ujar Arifin di Kementerian ESDM, Kamis (9/1).

2020, Arifin menjelaskan anggaran untuk subsidi dialokasikan sebesar Rp 125,3 triliun. Dana tersebut akan dialokasikan untuk listrik sebesar Rp 54,8 triliun dan untuk Solar dan LPG sebesar Rp 70,5 triliun. Ia berharap untuk penyaluran subsidi bisa tepat sasaran kedepan.

Arifin mengatakan saat ini pemerintah menggaet Polri dan Kementerian Dalam Negeri untuk bisa sama sama mengawal penyaluran LPG dan BBM. "Kami sangat merasa terdukung dengan komitmen Kapolri terkait intensitas pengawasan dan juga masukan Mendagri perubahan aturan yang ada. Intinya untuk pelaksanaan dan pengawasan dan penindakan di lapangan," kata Arifin.

Dengan adanya kesepakatan peningkatan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi tersebut, Kementerian ESDM‎ berkomitmen akan menindak tegas pegawai yang terlibat dalam penyimpangan BBM bersubsidi. Selain itu, juga dapat memastikan pelaksanaan program BBM satu harga berjalan dengan baik.

‎"BBM satu harga di daerah terpencil sangat perlu pengawasan khusus karena memang sangat rawan pada penyimpangan, untuk pengawasan kami dengan Pertamina susun sistem pengawasan dengan IT nozzle untuk deteksi kebenaran, kami dapatkan laporan dengan rekaman-rekaman banyaknya terjadi penyimpangan di lapangan kontrol," paparnya.

Khusus untuk rencana untuk menyalurkan LPG secara tertutup masih belum bisa dilaksanakan pada tahun ini, sebab, pemerintah masih perlu melakukan perapihan data.

Kerapihan data ini kata Arifin tak hanya merujuk pada penyaluran LPG saja, tetapi juga untuk penentuan rumah tangga yang layak digolongkan 450 VA sehingga penyaluran subsidi bisa tepat sasaran. "Data data ini perlu juga sinkronisasi dengan lembaga lain agar kita mendapatkan data yang akurat," ujar Arifin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement