REPUBLIKA.CO.ID, TAIWAN -- Menteri Luar Negeri Taiwan mengatakan pada Kamis (8/1), Beijing seharusnya tidak menafsirkan pemilihan Taiwan sebagai mewakili kemenangan atau kekalahan bagi China. Hal itu dikatakannya beberapa hari sebelum pemungutan suara penting yang dibayangi oleh upaya China untuk membuat pulau itu menerima aturannya.
Taiwan mengadakan pemilihan presiden dan parlemen pada Sabtu. Pemilihannya selalu diawasi dengan ketat oleh China, yang mengklaim pulau itu sebagai wilayahnya.
Sementara, Taiwan mengatakan pulau itu adalah negara merdeka yang disebut Republik China, sebagai nama resmi.
"Saya hanya berpikir China tidak seharusnya membaca pemilihan Taiwan sebagai kemenangan atau kekalahannya sendiri," Menteri Luar Negeri Joseph Wu mengatakan kepada wartawan di Taipei. "Jika China membaca terlalu banyak dalam pemilihan kami ... mungkin ada skenario bahwa China akan terlibat dalam intimidasi militer atau isolasi diplomatik atau menggunakan langkah-langkah ekonomi sebagai hukuman terhadap Taiwan."
Presiden Tsai Ing-wen, yang berusaha untuk terpillih kembali, telah berulang kali memperingatkan rakyat Taiwan untuk waspada terhadap upaya China mempengaruhi pemilihan melalui disinformasi atau intimidasi militer. Tuduhan itu dibantah oleh China.
Wu merujuk ketika kapal induk baru China berlayar ke Selat Taiwan yang sensitif akhir tahun lalu, dan menyebut langkah itu "bukti" yang jelas dari upaya Beijing untuk mengintimidasi pemilih.
"Ini adalah pemilihan kita sendiri. Ini bukan pemilihan China. Adalah orang-orang Taiwan yang pergi ke tempat pemungutan suara untuk memutuskan siapa kandidat atau partai politik yang lebih baik bagi mereka," kata Wu. "Jika China sangat ingin bermain dengan negara-negara demokrasi di negara lain, mungkin mereka dapat mencoba dengan pemilihan mereka sendiri."
Masalah China telah menjadi pusat perhatian dalam kampanye iu. Hal itu terutama setelah Presiden Cina Xi Jinping memperingatkan tahun lalu bahwa mereka bisa menyerang Taiwan, meskipun mengatakan ia lebih suka formula damai "satu negara, dua sistem" untuk memerintah pulau itu.
Hubungan Taiwan-Cina memburuk sejak Tsai mulai menjabat pada 2016, dengan China memutuskan dialog formal, menerbangkan patroli pembom di sekitar Taiwan, dan meremehkan sekutu diplomatik Taiwan. China mencurigai Tsai mendorong kemerdekaan resmi pulau itu, hal yang sangat ditentang Beijing. Tsai mengatakan dia akan mempertahankan status quo tetapi akan mempertahankan demokrasi dan cara hidup Taiwan.
Lawan utama Tsai adalah Han Kuo-yu dari partai Kuomintang, yang memerintah China sampai 1949, ketika dipaksa melarikan diri ke Taiwan setelah kalah perang saudara dengan Komunis. Han mengatakan dia akan mengatur kembali hubungan dengan Beijing untuk meningkatkan ekonomi Taiwan, tetapi tidak kompromi pada keamanan pulau itu atau cara hidup demokratis.