REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR -- Diplomat asing akhirnya mendapatkan izin untuk mengunjungi Kashmir yang dikuasai India pada Kamis (9/1). Sebanyak 15 diplomat dari luar India akhirnya masuk untuk pertama kalinya sejak New Delhi menanggalkan status khusus pada Agustus.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri India Raveesh Kumar mengatakan para diplomat berasal dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Mereka sedang dalam perjalanan dua hari untuk melihat secara langsung upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menormalkan situasi.
Meski beberapa negara menerima tawaran untuk berkunjung, beberapa negara Eropa dan lainnya menolak untuk pergi. Keputusan ini terjadi setelah mereka ditolak izin untuk melakukan perjalanan secara mandiri.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi ingin mematahkan kritik internasional atas tindakannya di Kashmir dan mengatakan situasinya cepat kembali normal. Perjalanan itu termasuk pertemuan dengan tentara, politisi, kelompok masyarakat sipil, dan jurnalis yang dipilih oleh dinas keamanan.
Para diplomat tidak akan diberi akses ke Omar Abdullah atau Mehbooba Mufti, para pemimpin kedua partai politik yang secara historis mendominasi Kashmir. Keduanya berada di antara ratusan pemimpin politik dan masyarakat sipil yang ditahan selama tindakan keras Agustus.
Bagian India dari wilayah Himalaya yang mayoritas penduduknya Muslim dan diklaim oleh Pakistan ini telah berada di bawah pembatasan ketat, seperti penutupan internet. Kondisi itu terjadi setelah India mencabut undang-undang yang memberikan otonomi dan kenegaraan Kashmir.
India mengatakan tindakannya di Kashmir diperlukan untuk memerangi pemberontakan bersenjata selama tiga dekade terhadap kekuasaannya yang dituduhkan Pakistan sebagai sasaran. Tindakan keras pada Agustus menarik kecaman internasional dan diplomat dari beberapa negara mengatakan telah mengangkat keprihatinan tentang hak asasi manusia di Kashmir.