Baru-baru ini isu lama terkait klaim wilayah perairan Natuna Utara oleh Cina kembali mencuat. Hal ini disebabkan oleh masuknya kapal penjaga pantai milik pemerintah Cina yang ikut mengawal kapal-kapal nelayan di Laut Natuna Utara yang masuk ZEE Indonesia.
Imbasnya, operasi penjagaan oleh TNI AL dalam rangka menjaga kedaulatan dan penegakan hukum di perairan Natuna pun ditingkatkan dari semula hanya menerjunkan 3 KRI, ditambah menjadi 8 KRI.
Presiden Joko Widodo pada Rabu (08/01) pun tidak ketinggalan ikut melakukan kunjungan ke Kabupaten Natuna dan menegaskan bahwa wilayah Kepulauan Natuna merupakan teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga tidak ada tawar-menawar terhadap kedaulatan Indonesia terhadap wilayahnya, termasuk wilayah Kepulauan Natuna.
Bagaimana operasi penjagaan di wilayah perairan Natuna Utara dan bagimana perkembangan situasi terakhir di sana, DW Indonesia mewawancarai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) Laksamana Madya TNI Yudo Margono terkait hal ini.
DW Indonesia: Bagaimana perkembangan situasi terakhir saat ini di Natuna?
Laksdya TNI Yudo Margono : Saya sampaikan perkembangan terakhir bahwasanya kapal-kapal ikan tersebut sudah keluar dari ZEE Indonesia. Jadi sejak hari Selasa kemarin saya laksanakan patroli udara maritim dan Rabu saya pastikan lagi, kemudian tadi kita pastikan lagi menggunakan AIS (Automatic Identification System) bahwa benar kapal-kapal ikan tersebut sudah keluar dari ZEEI.
Bagaimana dengan kapal coast guard pemerintah Cina yang mengawal nelayan, sudah keluar dari ZEE?
Tadi yang terpantau hari ini tadi jaraknya yang satu kapal itu 171 nautical mil yang satunya 163 mil, halu-nya mengarah ke Malaysia. Mereka masih di ZEE, tapi mereka kalau di ZEE nya boleh selama tidak melakukan atau merugikan negara pantai mereka boleh melakukan lintas damai. Kalau hanya melintas saja boleh.
Kemarin yang tidak boleh itu karena mereka mengawal kapal-kapal ikan yang melakukan penangkapan secara ilegal itu yang kita protes kemarin. Kalau sekarang ini sudah tidak ada kapal ikannya. Dia (coast guard) mau melintas boleh.
Jadi di ZEE ini banyak sekali kapal-kapal, tidak hanya kapal coast guard saja, tapi ada kapal perang asing, ada kapal kargo karena memang lintasan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia). ALKI dari Selat Sunda ini kan keluarnya di Natuna terus dari Selat Malaka, Selat Singapura keluarnya juga Natuna.
Jadi memang banyak sekali kapal-kapal di situ. Jadi boleh selama melakukan innocent basic atau lintas damai dan tidak melakukan kegiatan yg merugikan negara pantai.
Nelayan yang sudah menangkap ikan secara ilegal di sana tidak diproses hukum?
Kemarin mau kita proses hukum tapi mereka (coast guard) menghalangi itu terus keluar. Belum sampai kita pegang, mereka sudah keluar, ya sudah.
Selama ini sudah banyak sekali yang kita proses hukum, yang lalu kita tenggelamkan juga. Kita sudah banyak sekali menangkap kapal-kapal ikan dan ini pun juga demikian kalau kemarin mereka tidak mau pergi dengan persuasif ya kita tangkap kita proses hukum karena memang aturan hukumnya kalau di ZEE melakukan penangkapan ikan tanpa izin ya harus diproses hukum.
Proses apa yang dilakukan sehingga kapal-kapal ikan mau keluar dari ZEE Indonesia?
Kita melaksanakan operasi-operasi rutin yang selama ini kita gelar jadi Angkatan Laut (AL) dalam hal ini selalu menggelar empat KRI operasi patroli rutin di situ. Nah, dengan adanya kerawanan yg ada kemarin yaitu dengan masuknya kapal-kapal itu ke ZEE kita, sehingga operasinya kita tingkatkan yang tadinya empat sekarang ada tujuh kapal di sana untuk menghalau mengusir kapal-kapal itu dari wilayah ZEEI.
Pengusirannya seperti apa?
Kemarin saya tekankan untuk mengusir secara persuasif dan sudah dilaksanakan oleh KRI melaui komunikasi yang terus menerus kalau perlu silahkan mereka (kapal Cina) berdiskusi tentang hukum laut internasional.
Saya sudah tegaskan jangan sampai ada mengeluarkan tembakan cukup dengan komunikasi karena mereka adalah kapal pemerintah yang paham tentang hukum laut internasional yang tahu tentang hukum laut nasional dan internasional dan mereka paham betul dengan adanya UNCLOS. Selalu kita tekankan cukup dengan komunikasi-komunikasi saja jadi enggak sampai terjadi ketegangan.
Ada persepsi dengan penambahan armada rasanya ada eskalasi ketegangan?
Tidak. Untuk mengantisipasi saja. Wajar kan kalau kerawanan timbul seperti itu kita menambah kekuatan yang tadinya mungkin empat apalagi dengan cuaca seperti ini kita tambah supaya bisa bergantian jadi bukan untuk itu (perang) tidak tapi kita tetap antisipasi terhadap situasi yang ada.
Pengamat sebut kejadian ini akan terus terjadi, antisipasi dari TNI seperti apa?
Kalau masalah kejadian itu sudah berulang-ulang dari dulu namanya wilayah Natuna ini berbatasan dengan berapa negara itu ada Vietnam ada Cina ada banyak negara ya wajar akan terjadi seperti itu. Makanya kita harus tetap meningkatkan patroli laut untuk menghalau terjadinya pencurian sumber daya alam khususnya penangkapan ikan secara ilegal.
7 KRI tetap siaga di sana untuk penjagaan?
Sejak dulu kita stand by disitu, sesuai dengan tugasnya AL kan menegakkan kedaulatan dan hukum di laut, kalau di teritorial menegakkan kedaulatan, kalau di ZEE melakukan penegakan hukum.
Kita akan lihat situasinya, sebenarnya rata-rata di situ ada tiga atau empat kapal. Nanti kalau memang situasinya sudah clear mungkin kita kembalikan lagi tiga atau empat yang lainnya operasi lagi di daerah lain.
Karena wilayah barat ini wilayah Kogabwilhan I, ini luas sekali kan dari Natuna, Selat Singapura, Selat Malaka, sampai ke baratnya Sabang itu sampai ke baratnya Padang yang semuanya perlu kita laksanakan patroli.
Ada pelanggaran lain yang dilakukan oleh pihak asing di wilayah perairan Natuna?
Selama ini, itu saja karena sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam yang tanpa izin tadi hanya itu saja. Kalau yang lain belum kita jumpai.
Wawancara untuk DW Indonesa dilakukan oleh Prihardani Ganda Tuah Purba dan telah diedit sesuai konteks. Rizki Akbar Putra berkontribusi dalam pembuatan artikel ini.