Jumat 10 Jan 2020 11:53 WIB

Parlemen Inggris Setujui RUU Kesepakatan Brexit

Parlemen Inggris meloloskan Kesepakatan Brexit yang diajukan PM Boris Johnson

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Parlemen Inggris meloloskan Kesepakatan Brexit yang diajukan PM Boris Johnson. Ilustrasi.
Parlemen Inggris meloloskan Kesepakatan Brexit yang diajukan PM Boris Johnson. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Parlemen Inggris meloloskan rancangan undang-undang (RUU) Kesepakatan Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Boris Johnson. Dengan persetujuan ini, maka parlemen mengizinkan Inggris keluar dari Uni Eropa (UE).

Dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh parlemen, sebanyak 330 memilih untuk menyetujui Brexit sementara 231 menentang Inggris keluar dari UE. Hasil pemungutan suara ini membuka jalan bagi Inggris untuk meninggalkan UE pada 31 Januari mendatang.

Baca Juga

Persetujuan tersebut sekaligus mengakhiri perbedaan pendapat yang terjadi selama bertahun-tahun hingga menggulingkan dua pemerintah Inggris. RUU tersebut membahas masalah awal tentang pemisahan Inggris dari UE seperti hak warga negara UE dan penyelesaian keuangan Inggris. RUU ini juga menetapkan periode transisi 11 bulan untuk menyetujui kemitraan yang lebih luas dengan 27 negara yang tersisa.

"Sudah waktunya untuk menyelesaikan Brexit. RUU ini berlaku," ujar menteri yang mengurusi Brexit, Stephen Barclay.

RUU tersebut dibawa ke majelis tinggi dan diharapkan dapat disahkan menjadi undang-undang dalam beberapa pekan mendatang. Juru bicara resmi perdana menteri memperingatkan House of Lords atau majelis tinggi di mana Johnson tidak memiliki mayoritas, untuk tidak menggagalkan kemajuan undang-undang Brexit.

"Negara itu telah menyampaikan pesan yang sangat jelas bahwa mereka ingin Brexit diselesaikan," katanya dilansir Guardian, Jumat (10/1).

Dalam beberapa tahun terakhir, pasar keuangan telah terpengaruh oleh drama Brexit dan negosiasi sengitnya di Brussels. Termasuk pemungutan suara di parlemen dan kekalahan besar bagi pemerintah yang tidak stabil.

Namun setelah Johnson memenangkan pemilu dan berjanji untuk mewujudkan Brexit pada akhir Januari, maka ketidakpastian telah mereda. Kini fokus pemerintah adalah mengenai pembicaraa tentang pengaturan jangka panjang dengan UE. Pembicaraan akan dimulai ketika periode masa transisi. Dalam hal ini Inggris tunduk terhadap aturan UE yang menetapkan masa transisi berakhir pada 31 Desember 2020. 

Pada Rabu, Johnson bertemu Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di London. Dia mengatakan tidak mungkin semua kesepakatan dengan UE bisa diselesaikan tepat pada akhir tahun. Namun dia bersikeras bahwa kesepakatan terkait perdagangan bebas dapat dinegosiasikan tepat waktu.

Von der Leyen mengatakan meskipun seluruh kesepakatan tidak dapat dinegosiasikan pada waktunya, bagian-bagian yang paling penting dapat diprioritaskan. Poin penting dalam kesepakatan Brexit adalah pengaturan di perbatasan antara Irlandia Utara, provinsi Inggris, dan anggota Uni Eropa Republik Irlandia.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement