REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah tetap mewaspadai dinamika ekonomi global yang terjadi di awal 2020. Tensi politik-ekonomi memanas setelah ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran meningkat. Menurut Sri, kondisi itu bisa saja berpengaruh terhadap peningkatan risiko yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
"Sebetulnya 2019 akhir itu prediksinya ada harapan untuk 2020. Namun suasana dua minggu pertama 2020 ini kita lihat ada dinamika tinggi, ada kejadian di Iran. Jadi kita akan lihat bagaimana downsize risk untuk 2020 akan mempengaruhi proyeksi yang disampaikan," ujar Sri usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis (9/1).
Sejumlah aspek terus dipantau pemerintah, antara lain harga komoditas internasional, sentimen investasi, dan kepercayaan diri sektor perdagangan antarnegara. Pemerintah, ujar Sri, selalu mencoba menekan risiko dari faktor eksternal agar imbasnya tidak terlalu besar dirasakan Indonesia.
Dalam Prospek Ekonomi Global Januari 2020, Bank Dunia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini diperkirakan berada di kisaran 2,5 persen. Angka tersebut naik dibandingkan proyeksi 2019, 2,4 persen.
Perbaikan kinerja pertumbuhan ekonomi global diakibatkan investasi dan perdagangan yang pulih secara bertahap dari pelemahan signifikan pada 2019, meskipun risiko penurunan masih ada. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan di antara negara-negara maju turun menjadi 1,4 persen pada 2020. Penyebabnya, perlambatan di bidang manufaktur. Sementara itu, pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang diperkirakan akan meningkat tahun ini menjadi 4,1 persen.
Secara khusus, Bank Dunia memproyeksi ekonomi Indonesia pada 2020 tumbuh 5,1 persen. Angka itu sesuai dengan proyeksi yang sudah direvisi Bank Dunia sejak akhir tahun 2019. Tapi, apabila merujuk pada proyeksi Bank Dunia pada Juni 2019, prediksi tersebut berkurang 0,2 poin persentase.