REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Mimi Kartika
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menegaskan, wilayah teritorial laut Indonesia adalah 12 mil dari bibir pantai. Oleh karena itu, ia meminta keberadaan nelayan dan coast guard Cina di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia perairan Natuna tidak terus menjadi bahan polemik.
"Ya kan jelas presiden katakan kedaulatan harga mati. Tapi kita jangan panas-panasin ya. Jadi kalau wilayah teritorial itu kedaulatan itu 12 mil. Lebih dari dari itu adalah ZEE," ujar Prabowo di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (9/1) sore.
Prabowo menyampaikan bahwa kapal mana pun memiliki kewenangan untuk melintas di perairan berstatus ZEE Indonesia. Hanya saja, ujarnya, seluruh kegiatan eksploitasi ikan atau mineral di perairan ZEE harus seizin pemerintah Indonesia.
"Nah ini kan bisa diselesaikan. Kita bisa negosiasi dan sebagainya. Ya kita cool aja. Selalu saya katakan," kata Prabowo.
Terkait rencana pemerintah membangun pangkalan militer di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Prabowo lantas mengklarifikasinya. Menurutnya, pembangunan pangkalan militer tak hanya dibangun di Natuna saja, namun juga di beberapa titik lain termasuk Indonesia bagian timur.
"Saya bilang kita akan bangun pangkalan tidak hanya di Natuna. Di beberapa tempat strategis seluruh Indonesia," kata Prabowo.
Kepala Staf Presiden Moeldoko membenarkan pernyataan Prabowo bahwa China bisa saja mengambil ikan di wilayah ZEE Indonesia, asal ada izinnya. Izin yang dimaksud adalah bentuk kerja sama resmi antara Indonesia-China mengenai ekploitasi sumber daya alam (SDA).
"Bukan hanya dengan (China), dengan siapa pun. Seperti pengelolaan sumber daya minyak dengan Exxon masuk di Natuna itu. Jadi semua negara bisa mengelola, hak berdaulat bisa dikerjasamakan," ujar Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (10/1).
Moeldoko mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang mengatur tentang hak kedaulatan di atas ZEE. Berkaca pada situasi yang sempat memanas di awal 2020 antara Indonesia dan China di Perairan Natuna, pemerintah meluruskan bahwa ZEE sebetulnya bisa saja dilalui kapal asing. Hanya, pengambilan sumber daya alam memang harus atas izin atau kerja sama dengan Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan kapal nelayan maupun coast guard Cina sudah keluar dari perairan Natuna. Kapal-kapal China itu sudah berada di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Ia mengatakan, pemerintah Indonesia tak akan ribut-ribut lagi soal pelanggaran hak berdaulat. Hal itu terlihat dari kapal-kapal China yang tidak menghidupkan alat radar automatic identification system (AIS) dan diketahui berada di luar zona Indonesia.
Mahfud meminta masyarakat tak lagi berpolemik soal Natuna. Pemerintah Indonesia, kata Mahfud, akan mengisi Natuna dengan kegiatan sosial, ekonomi, dan pemerintahan secara proporsional daripada mengosongkan laut yang kaya hasil laut.
Kapal-Kapal China di Natuna
Ajak Jepang investasi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak pengusaha Jepang untuk berinvestasi di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini disampaikan presiden saat menyambut kunjungan delegasi Jepang yang dipimpin Menteri Luar Negeri Motegi Toshimitsu di Istana Merdeka, Jumat (10/1) pagi.
"Izinkan saya, menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan prioritas Indonesia terkait dengan Jepang. Yang pertama, di bidang investasi. Saya ingin mengajak Jepang untuk melakukan investasi di Natuna," ujar Jokowi yang didampingi Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Jokowi mengungkapkan, kerja sama antara Jepang dan Indonesia sebetulnya sudah ada di Natuna dalam bentuk pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu fase pertama. Jokowi berharap, pembangunan fase kedua bisa dilanjutkan dengan lokasi yang sama.
"Saya harapkan usulan pendanaan untuk fase kedua dapat segera ditindaklanjuti," ujar Jokowi.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga menekankan pentingnya bagi kedua negara untuk tetap menjalin hubungan yang baik, khususnya di bidang perekonomian. Indonesia dan Jepang diketahui sebagai mitra dagang yang erat.
Pemerintah Jepang menanggapi positif ajakan Presiden Jokowi untuk menanamkan modal di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, pemerintah Jepang yang diwakili Menteri Luar Negeri Motegi Toshimitsu menyampaikan komitmennya untuk meningkatkan kerja sama di sektor perikanan, terutama untuk membangun fasilitas perikanan di pulau-pulau terluar Indonesia.
Meski begitu, pemerintah belum mau membocorkan skema investasi yang akan dilakukan Jepang. Sebelumnya, Jepang sempat mengucurkan dana hibah melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) senilai 2,5 miliar yen Jepang atau setara Rp 324 miliar untuk membangun fasilitas perikanan di pulau terluar.
Dana hibah ini dipakai untuk membangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) enam titik terluar. Yakni Sabang (Aceh), Natuna (Kepri), Morotai (Maluku Utara), Saumlaki dan Moa (Maluku), serta Biak (Papua).
"Ya komitmen-komitmen kerja sama di pulau-pulau terluar Indonesia kan komitmen yang sudah cukup lama. Jadi responsnya Jepang ya sangat positif dan akan diperkuat. Akan ada tim teknis yang akan ke Indonesia membahas mengenai ini," jelas Menlu Retno usai mendampingi Presiden Jokowi menyambut delegasi Jepang di Istana Merdeka, Jumat (10/1).
[video] Kapal China Melanggar di Natuna