REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran ingin menyelidiki rekaman kotak hitam pesawat Ukraine International Airlines yang jatuh dan menewaskan 176 penumpang. Iran membutuhkan waktu sekitar satu atau dua bulan untuk mengekstrak rekaman suara dan data penerbangan dalam kotak hitam itu.
Teheran mengatakan, penyelidikan kecelakaan Ukraine Airlines memakan waktu satu atau dua tahun. Ukraine International Airlines Boeing 737-800 jatuh pada Rabu ketika Iran menembakkan rudal ke pangkalan militer AS di Irak. Hal ini menimbulkan spekulasi pesawat tersebut jatuh karena tertembak rudal.
Di media sosial, banyak warga Iran yang menyuarakan kemarahan kepada pihak berwenang karena tidak menutup bandara setelah peluncuran rudal. Sebagian besar penumpang pesawat Ukraine Airlines adalah orang Iran yang memiliki kewarganegaraan ganda dengan Kanada.
"Kami akan mengunduh rekaman kotak hitam di Iran, tetapi jika kami tidak bisa mengunduhnya karena kotak itu rusak, maka kami akan mencari bantuan," ujar Kepala Organisasi Penerbangan Sipil Iran Ali Abedzadeh dalam konferensi pers di Teheran.
Televisi pemerintah Iran sebelumnya memperlihatkan kotak hitam pesawat Ukraine Airlines yang sudah rusak. Meski dalam keadaan rusak, rekaman dalam kotak hitam tetap dapat diunduh dan dianalisis.
Badan kecelakaan udara Prancis, BEA akan terlibat dalam penyelidikan kecelakaan Ukraina Airlines. Sebelumnya, BEA membantu menganalisis data dari rekaman penerbangan Ethiopian Airlines yang jatuh di Ethiopia tahun lalu.
"Sangat penting untuk membuat kejelasan secepat mungkin," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.
The New York Times mengatakan telah memperoleh rekaman video yang menunjukkan sebuah rudal Iran mengenai pesawat di dekat bandara Teheran. Iran membantah pesawat itu terkena rudal dan mengatakan laporan seperti itu adalah perang psikologis melawan Iran.
"Semua negara yang warganya berada di pesawat dapat mengirim perwakilan dan kami mendesak Boeing mengirim perwakilannya untuk bergabung dalam proses penyelidikan kotak hitam," kata juru bicara pemerintah Ali Rabiei.