REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Peretas dari Korea Utara mengembangkan cara mencuri bitcoin dan cryptocurrency lainnya melalui aplikasi perpesanan Telegram. Spesialis keamanan dunia maya dari Kaspersky Labs yang bermarkas di Moskow mengatakan Grup Lazarus, yakni sebuah kelompok perentas yang memiliki hubungan dengan Korea Utara mengembangkan kemampuan untuk menargetkan individu dan organisasi di seluruh dunia.
Kampanye pencurian siber yang disebut Operasi AppleJeus telah berlangsung sejak 2018. Sejauh ini, Operasi AppleJeus mengklaim adanya korban di Inggris, Cina, Polandia, dan Rusia.
Dilansir di Independent.co.uk pada Jumat (10/1), para perentas memikat korban dengan membuat situs web cryptocurrency palsu, serta kelompok perdagangan palsu di aplikasi Telegram. Telegram tidak menanggapi permintaan untuk mengomentari pemberitaan itu.
Tautan berbahaya di situs dan grup, kemudian menginfeksi perangkat target dan memberikan penyerang akses ke data pengguna. “Sejak kemunculan Operasi AppleJeus, kita dapat melihat, seiring waktu penulis telah banyak mengubah modus operansi mereka,” tulis laporan Kaspersky Researchers.
Mereka beranggapan serangan semacam itu pada bisnis cryptocurrency akan berlanjut. Bahkan berkembang lebih canggih. Cryptocurrency telah menjadi target konsisten para perentas Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir. Para ahli mengatakan cryptocurrency memberikan “finansial” untuk menghindari sanksi ekonomi yang melumpuhkan dan membiayai pengembangan senjata nuklir.
“Eksploitasi cryptocurrency memungkinkan Korea Utara untuk bertransaksi dengan seluruh dunia, dengan tujuan menghindari sanksi yang dirancang untuk mengekang pembiayaan proliferasi,” kata seorang analis penelitian yang menulis tentang fenomena tersebut, Kayla Izeman.
Sebuah laporan PBB dari 2019 memperkirakan Korea Utara menghasilkan cryptocurrency hingga 2 miliar dolar AS dengan merentas pertukaran dan organisasi daring. Jumlah itu jauh melebihi perkiraan semula Dewan Keamanan PBB yang mengklaim negara itu mengumpulkan bitcoin senilai 670 juta dolar AS dan cryptocurrency lainnya. Sebelumnya, Korea Utara membantah tuduhan bahwa mereka terlibat dalam kejahatan dunia maya tersebut.