Sabtu 11 Jan 2020 10:42 WIB

KNKT Sampaikan Hasil Investigasi Kecelakaan Bus Sriwijaya

Hasil investigasi sudah disampaikan ke Kemenhub.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Muhammad Hafil
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi Bus Sriwijaya rute Bengkulu - Palembang yang mengalami kecelakaan di Liku Sungai Lematang, Prahu Dipo, Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, Kamis (26/12/2019).
Foto: Antara/Novian Fazli
Petugas gabungan dari SAR Pagaralam, TNI, Polri, BPBD dan Tagana melakukan evakuasi Bus Sriwijaya rute Bengkulu - Palembang yang mengalami kecelakaan di Liku Sungai Lematang, Prahu Dipo, Dempo Selatan, Kota Pagaralam, Sumatera Selatan, Kamis (26/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) saat ini sudah menyampaikan hasil investigasi kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengenai kecelakaan tunggal bus Sriwijaya nomor polisi BD 7031 AU di Kota Dempo Tengah, Pagar Alam, Sumatra Selatan pada 24 Desember 2019. Kecelakaan tersebut menewaskan sebanyak 41 orang dan luka berat 13 orang.

Investigator Sub Komite Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Achmad Wildan menjelaskan kronologi dalam laporan hasil investigasi yang diberikan kepada Kemenhub, bus tersebut berangkat dari pool bus di Bengkulu menuju Palembang pukul 14.00 WIB dengan membawa 27 penumpang.

Baca Juga

"Di tengah jalan jumlah penumpang bertambah menjadi 50 orang. Mobil Bus diawaki oleh dua orang pengemudi dan dua orang pembantu pengemudi," kata Wildan kepada Republika, Sabtu (11/1).

Pada pukul 23.45 WIB, lanjut dia, saat melewati jembatan Lematang dan terjadi hujan, bus kehilangan kendali dan menabrak pembatas jalan. Akibat kejadian tersebut, bus terjun ke jurang sedalam 100 meter.

Menurut keterangan saksi, Wildan mengatakan bus mengalami dua insiden sebelum kecelakaan. Akibat insiden tersebtot, bus mengalami keterlambatan kurang lebih selama tiga jam.

Selain itu, Wildan mengatakan dari keterangan saksi didapatkan bus sempat berisitirahat di pendopo selama 30 menit pada pukul 10.00 WIB. "Sesudah istirahat, pengemudi mengemudikan bus dengan kecepatan tinggi. Saat melalui turunan, penumpang tidak mendengar sudara exhaust brake, hanya rem berdecit," tutur Wildan.

Saat melakukan investigasi, Wildan mengatakan ruas jalan Pendopo-Pagar Alam yang memiliki lebar antara enam sampai tujuh meter itu memang memiliki beberapa lengkung vertikal cekung dan cembung. Lengkungan tersebut meiliki kelandaian antara tiga sampai enam persen dan mendekati titik jatuh berupa turunan sepanjang 1,5 kilometer.

Wildan mengatakan trase jalan horisontal pada ruas tersebut juga terdapat beberapa tikungan. Selain itu juga terdapat fasilitas jalan namun kurang memadai.

KNKT juga memiliki temuan pada kendaraan tersebut yakni flexible hose kompresor ke tabung angin putus dan terikat karet. "Kondisi ini berdampak pada pasokan angin ke tabung angin

berkurang," ujar Wildan.

Selain itu, saat dilakukan pemeriksaan katup tabung angin masih baik namun saat dibuka sudah tidak ada anginnya. Wildan menegaskan hal tersebut memperlihatkan kondisi busa saat kecelakaan sudah kehabisan angin.

Tak hanya itu, Wildan mengatakan tromol roda bus juga berubah bentuk dengan permukaan yang kasar dan tidak rata. "Hal ini menunjukkan telah terjadi over heat pada tromol," ungkap Wildan.

Selain itu, permukaan kampas pada empat roda tidak sama sehingga menujukkan telah terjadi over heat pada kampas. Wildan menuturkan, KNKT juga tidak menemukan kampas rem tangan pada propeller shaft yang berarti bus tidak dilengkapi dengan hand brake.

Dia menambahkan valve exhaust brake pada knalpot juga tidak terpasang. Selain itu pada transmisi posisi akhir gigi juga terlihat netral. "Pada beberapa kasus brake fading saat pengemudi kegagalan pengereman selalu berusaha memindahkan ke gigi rendah dan dapat dipastikan gagal dan masuk ke gigi netral," jelada Wildan.

Dalam hipotesa hasil investigasi KNKT, Wildan mengatakan pengemudi kehilangan waktu perjalanan karena adanya dua insiden yang menyita waktu. Wildan menuturkan, pengemudi memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi pada jalan yang seharusnnya menggunakan gigi dan kecepatan rendah.

Wildan menuturkan kondisi teknis bus tidak dilengkapi dengan exhaust brake dan sistem supply angin dari kompresor ke tabung angin tidak sempurna.

"Pengemudi mengantisipasi turunan dan tikungan tajam hanya dengan menggunakan service brake. Risiko yang akan muncul adalah brake fading dan tekanan angin tekor," kata Wildan.

Pada saat mendekati titik jatuh, lanjut dia,  pengemudi mencoba melakukan pengereman namun mengalami masalah. Dia menjelaskan masalah tersebut yakni pedal dapat diinjak tapi kendaraan tidak berhenti atau disebut brake fading atau pedal tidak dapat diinjak karena keras karena tekanan angin tekor.

"Keduanya fatal dan orang awam menyebutnya rem blong," ujar Wildan.

Saat mengalami masalah dengan rem, Wildan mengatakan pengemudi mencoba memindahkan tuas persnelling ke gigi rendah namun gagal. Hal tersebut dikarenakan angin tekor dan syncromesh tidak mampu bekerja karena terdapat perbedaan yang tinggi antara putaran mesin dengan putaran roda. Selanjutnya, pngemudi tidak mampu mengendalikan kendaraannya dan terjun ke jurang.

Wildan menyimpulkan, bus masuk jurang karena kegagalan pengereman. Dia mengatakan kegagalan pengereman dipicu karena pengemudi tidak menggunakan prosedur.

Selain itu juga kondisi teknis mobil bus yang dibawah standar juga meningkatkan risiko. "Tapi ini bukan sebagai faktor yang berkontribusi langsung terhadap kegagalan pengereman," ujar Wildan. Dia menambahkan, disain pagar pengaman jalan pada jembatan Lematang perlu dievaluasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement