Sabtu 11 Jan 2020 19:11 WIB

Bekas Lokasi Likuefaksi Jadi Tempat Cari Besi

Warga mencari besi untuk dijual dan uangnya untuk kebutuhan sehari-hari

Warga berdoa di tempat hilangnya anggota keluarga mereka di lokasi bekas terdampak likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/6/2019).
Foto: Antara/Mohamad Hamzah
Warga berdoa di tempat hilangnya anggota keluarga mereka di lokasi bekas terdampak likuefaksi di Kelurahan Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU - Bekas lokasi likuefaksi di kelurahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah pascasetahun lebih bencana itu, kondisinya menjadi hutan dan tempat cari besi oleh warga.

Pantauan di lapangan bekas-bekas likuefaksi masih terlihat, namun sebagian besar telah tertutup oleh rumput dan pohon-pohon yang tumbuh di lokasi tersebut. Di dalam lokasi juga terdapat banyak lubang, bekas galian para pencari besi.

"Mencari besi di lokasi likuefaksi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," ucap salah satu korban likuefaksi Petobo, Uno di Palu, Sabtu (11/1)

Kondisi ini dibenarkan Ketua RT 01/RW 05 Kelurahan Petobo, Abdul Naim. Ia menyebut bahwa bekas lokasi likuefaksi jadi tempat warga mencari besi. Kehilangan tempat tinggal, lapangan pekerjaan dan tingginya kebutuhan pascabencana gempa dan likuefaksi, tambah dia membuat sebagian warga rela menghabiskan waktu di lokasi likuefaksi untuk mencari besi.

"Ini karena kebutuhan hidup, makan sehari-hari. Mencari besi tua kalau dapat jual, lalu uangnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga," ujarnya.

Dia mengemukakan hingga saat ini warga korban likuefaksi Petobo masih menanti kebijakan pemerintah untuk menetapkan Petobo bagian Timur sebagai lokasi relokasi. Sekitar 1.642 kepala keluarga atau 3.800 jiwa korban terdampak gempa dan likuefaksi Kelurahan Petobo saat ini berada di lokasi pengungsian di Jalan Kebun Sari atau sebelah Timur dari area likuefaksi.

Lurah membenarkan bahwa kondisi masyarakatnya pascabencana gempa dan likuefaksi, banyak yang kehilangan pekerjaan utamanya di sektor pertanian. "Banyak lahan pertanian yang rusak, tidak bisa diolah kembali oleh petani. Ini juga menjadi masalah pascabencana yang harus diselesaikan," ungkapnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement