Ahad 12 Jan 2020 21:58 WIB

Penahanan Petambak Udang Bengkulu Ditangguhkan

Ade Feriawan ditahan karena dinilai tak punya izin untuk menambak udang.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Teguh Firmansyah
Majelis Hakim PN Kaur Bengkulu akan memutuskan perkara petambak udang Kabupaten Kaur, Bengkulu pada Rabu (18/12).
Foto: Republika/Mursalin Yasland
Majelis Hakim PN Kaur Bengkulu akan memutuskan perkara petambak udang Kabupaten Kaur, Bengkulu pada Rabu (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Ade Feriwan (35 tahun), petambak udang perorangan Desa Bakal Makmur, Kacamatan Maje, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Adapun upaya banding yang diajukan penasehat hukum terpidana masih dalam proses hukum majelis hakim PT Bengkulu.

“Ya, untuk penangguhan sudah dikabulkan hakim Pengadilan Tinggi,” kata Finandes Maurisya, penasehat hukum Ade Feriwan kepada Republika.co.id, Ahad (12/1).

Baca Juga

Menurut dia, setelah penangguhan kliennya pada 8 Januari 2020, dokumen memori banding telah diserahkan kepada PT Bengkulu pascaputusan di Pengadilan Negeri (PN) Bintuhan beberapa waktu lalu. “Sekarang lagi dalam proses pemeriksaan di PT Bengkulu,” kata dia.

Ade Feriwan divonis Majelis Hakim PN Bintuhan selama 2 tahun penjara dan denda Rp 20 juta subsider 1 bulan pada sidang di PN Bintuhan, Kabupaten Kaur, Rabu (18/12).

Ketua Majelis Hakim Purwanta SH menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan budi daya udang vanname tanpa mengantongi Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), dan diperintahkan untuk langsung ditahan.

Begitu sidang dinyatakan ditutup, Ade langsung dinaikan ke mobil tahanan untuk selanjutnya diberangkatkan ke Lapas Kelas IIB Manna.

Pada sidang sebelumnya, Jumat (13/12) sore, Jaksa Penuntut Umum Gufron dari Kejakssaan Negeri (Kejari) Bintuhan menuntut terdakwa dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 20 juta subsider 3 bulan kurungan, serta barang bukti berupa dua unit genset dan 40-an kincir disita untuk negara.

Atas putusan tersebut, Ade melalui penasihat hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bengkulu pada 24 Desember 2019 lalu yang disertai dengan permohonan penangguhan penahanan.

Finandes mengatakan, keputusan bandingnya sendiri masih dalam pemeriksaan majelis hakim PT Bengkulu. Ia berharap, kliennya dibebaskan hakim mengingat kliennya termasuk pembudi daya kecil dengan luas tambak kurang dari lima hektare dan bersifat perseorangan.

Karena itu tidak diwajibkan memiliki SIUP, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah menjadi UU Nomor 45 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri KKP No 49 Tahun 2014.

Meskipun begitu, kliennya juga sudah menunjukan itikad baik untuk mengurus izin dan telah mengantongi tiga izin yakni, izin tata ruang, izin lingkungan dan nomor induk berusaha (NIB).

Sementara pada sidang putusan sebelumnya majelis hakim yang diketuai Purwanta, SH, MH dan hakim anggota Erip Erlangga, SH dan Alto Antonio, SH, MH, sependapat dengan jaksa bahwa terdakwa tidak termasuk kategori petambak kecil karena sudah menggunakan kincir dalam menjalankan budidaya. Hasilnya bukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. 

Warga Kota Bengkulu tersebut ditahan oleh penyidik Unit Tipiter Satreskrim Polres Kaur sejak (7/11) di Lapas Kelas IIB Manna. Ade diamankan atas laporan Polisi Nomor LP/491-A/X/2019/BKL/RES KAUR, tanggal 2 Oktober 2019 dengan tuduhan tambak yang diusahakannya belum mengantongi SIUP.

Kemudian penahanannya dilanjutkan Kejari Kaur seiring pelimpahan tahap kedua dari penyidik tindak pidana tertentu (Tipiter) Polres Kaur, Selasa (19/11) dan mulai disidang sejak Senin (25/11).

Selama proses persidangan terdakwa Ade, selalu menyita perhatian para petambak di daerah ini dan belasan di antaranya hadir menyaksikan sidang. Pasalnya, di Kabupaten Kaur terdapat sekitar 22 tambak udang perorangan yang belum mengantongi izin. Namun baru Ade yang diseret ke meja hijau.

Agusri Syarief, ketua Ikatan Petambak Pesisir Barat Sumatera IPPBS) yang anggotanya mencakup Lampung, Bengkulu dan Sumatra Barat mengatakan, pemidanaan dan penahanan seorang petambak budi daya udang untuk pertama kalinya terjadi di Indonesia, hanya karena tidak memeroleh izin.  “Seharusnya kalau belum ada izin bukan pidana, tapi sanksi administrasi atau denda,” kata Agusri.

Sedangkan kasus Ade Feriwan, ujar dia, seorang petambak perseorangan dengan luas garapan budi daya di bawah lima hektare tidak diwajibkan izin seperti petambak korporasi di atas lahan lima hektare. Lagi pula, lanjut dia, Ade telah memiliki tiga izin sebelumnya, dan sedang dalam proses pengurusan izin yang lain lagi.

“Masalah seperti yang dialami Ade tersebut, di Kabupaten Kaur masih banyak ada 22 petambak lagi, apakah harus dipidana juga,” ujarnya. n Mursalin Yasland

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement