REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berpendapat, potensi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) sangat tingg. Maka dari itu, menurutnya tidak mengherankan jika mayoritas kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait pengadaan barang dan jasa. Guna mempersempit dan menutup celah tersebut, Pemprov Jatim membentuk biro khusus yang menangani pengadaan barang dan jasa serta e-katalog lokal.
“Kita memerlukan sebuah sistem dan strategi khusus berkaitan pengadaan barang dan jasa. Seiring dengan arahan Ketua KPK pada Rakor sinergitas pemerintahan se-Jatim beberapa waktu lalu, bahwa pengadaan barang dan jasa sangat berpotensi dengan hal-hal yang cenderung koruptif,” kata Khofifah di Surabaya, Ahad (12/1).
Khofifah menjelaskan, Biro Khusus yang dibentuk berada di bawah Sekretariat Daerah Jatim. Biro Khusus tersebut bahkan diakuinya mulai aktif pada 2 Januari 2020.
Adapun tugas dari biro yang dibentuk di antaranya adalah mapping paket pekerjaan beserta nilainya, melakukan integrasi data penganggaran (e-budgeting) dengan aplikasi RUP, melakukan pendampingan penyusunan rencana pengadaan dan pengelolaan kontrak. Juga melakukan peningkatan penerapan konsolidasi PBJ, Katalog lokal, penerapan PBJ melalui SPSE, serta peningkatan kompetensi kelompok kerja.
"Saya ingin ke depan proses pengadaan barang dan jasa berjalan lebih akuntabel, transparan, dan tersistem," ujar gubernur perempuan pertama di Jatim tersebut.
Khofifah melanjutkan, dalam pencegahan korupsi, sistem yang kuat diperlukan mengingat adanya permasalahan pada sektor PBJ, yang biasanya bersumber pada perencanaan yang kurang sinkron. Di antaranya karena adanya pengumuman Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang terlambat, pelaksanaan tidak sesuai RUP, adanya gagal kontrak karena tidak cukup waktu (baik proses pemilihan/ pelaksanaan kontrak), dana DAK sering tidak cukup waktu untuk prosesnya, dan belum semua proses pemilihan dilakukan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).
“Salah satu akar permasalahan pengadaan barang dan jasa yaitu karena adanya perencanaan yang belum baik. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dari semua pihak khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa untuk bisa menyelesaikan permasalahan ini,” kata dia.
Khofifah menambahkan, dalam pengelompokan perkerjaan pengadaan barang dan jasa, terdapat tiga paket strategis yang menjadi dasar. Paket pertama adalah pekerjaan yang membutuhkan waktu pekerjaan lama seperti pekerjaan konstruksi, pengadaan barang import, dan pekerjaan jasa konsultansi yang membutuhkan waktu pekerjaan lama.
Paket kedua yaitu pekerjaan yang nilainya di atas 2,5 miliar, dan paket ketiga adalah pekerjaan yang didanai dengan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Kami telah mengelompokkan pekerjaan strategis ke dalam tiga paket. Dan hingga saat ini, berdasarkan data yang ada, paket pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemprov Jatim telah terdata mulai Januari hingga Agustus 2020,” ujar mantan menteri sosial tersebut.
Khofifah berharap berbagai strategi ini nantinya akan mampu dijalankan dengan baik. Karena selain terkait dengan akuntabilitas, juga akan berpengaruh pada penyerapan anggaran APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2020 yang bisa menjadi stimulan pergerakan ekonomi di wilayah tersebut. Serta, diharapkannya bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Jatim.
“Saya harap proses pengadaan barang dan jasa ini bisa berjalan baik, sesuai mekanisme dan ketentuan yang ada. Agar bisa membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Jawa Timur,” kata Khofifah.
Sebelumnya, dalam arahannya pada Rakor sinergitas pemerintahan se-Jatim, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengaku heran masih adanya kepala daerah yang berani bermain-main dalam proyek pengadaan barang dan jasa. Padahal, dia merasa, KPK tidak pernah berhenti mensosialisasikan upaya-upaya pencegahan korupsi.
Dia juga menyindir tradisi uang ketok palu yang biasa ditransaksikan dalam pengesahan APBD. Dia mengakui, praktik-praktik tersebut masih terjadi di beberapa provinsi di Indonesia. "Jangan sampai seperti itu ya. Hilangkan itu uang ketok palu. Semuanya harus transparan dan jangan sampai ada deal-deal tertentu," kata Firli.