REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Arif Satrio Nugroho, Dian Fath Risalah, Muhammad Fauzi Ridwan, Mimi Kartika
Kasus suap komisioner KPU oleh politikus PDIP berimbas ke pemecatan caleg PDIP, Harun Masiku. Ia telah menjadi tersangka kasus suap. PDIP memastikan penetapan tersangka membuat Masiku dipecat dari partainya.
"Dia otomatis kan sudah dipecat dari partai," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/1). Ia juga membantah PDIP mempersulit pelacakan keberadaan Harun.
Djarot mengatakan, PDIP sudah mengimbau Harun Masiku untuk bertanggung jawab dan menyerahkan diri. Namun, terkait pencarian keberadaan Harun, PDIP memilih lepas tangan.
"Ya dia harus bertanggung jawab menyerahkan diri. Tapi untuk masalah upaya itu silakan serahkan kepada KPK," kata Djarot menegaskan.
Ditjen Imigrasi membenarkan KPK telah berkoordinasi terkait keberadaan Masiku. Saat ini Masiku berada di luar negeri. "KPK sudah berkoordinasi dengan kami," kata Kasubag Humas Ditjen Imigrasi, Ahmad Nursaleh saat dikonfirmasi.
Ahmad mengungkapkan, meskipun sudah berkoordinasi, namun belum ada pencekalan terhadap Harun lantaran yang bersangkutan sudah berada di luar negeri sebelum tangkap tangan. "Belum ada (pencekalan)," ucapnya.
Sementara itu, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, KPK akan berupaya keras untuk menangkap Harun. Salah satunya adalah sudah mekakukan komunikasi dengan penegak hukum yakni Kepolisian dan pihak Imigrasi Kemenkumham.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai kasus suap yang menjerat Masiku dan Wahyu Setiawan tak lazim terjadi. Ia menilai, suap ini bukan hanya menabrak undang-undang, tetapi juga semakin menunjukkan fenomena saling jegal di internal partai.
Harun Masiku berusaha menjegal caleg PDIP Rezky Aprilia yang juga menjadi pengganti meninggalnya caleg PDIP Nazarudin Kiemas. Hasan berusaha 'menabrak' UU dan melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam upaya tersebut.
"Ini cenderung tidak lazim. Itu (UU) tidak bisa diganggu gugat. Tiba-tiba ada upaya bypass lewat partai politik, karena PAW (penggantian antar waktu) diajukannya lewat parpol diajukan ke KPU. Itu yang sebenarnya dilakukan oleh yang diungkapkan sebagai tersangka HM," kata Adi Prayitno, Ahad (12/1).
Penggeledahan PDIP
Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, M Jusuf Kalla angkat bicara terkait penggeledahan KPK di DPP PDIP yang gagal dilakukan, Kamis (9/1) lalu. Menurutnya, kegagalan penggeledahan dikarenakan terkait faktor yang berhubungan hal teknis.
"Itu masalah teknis saja," ujarnya seusai menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa di Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (13/1). Menurutnya, penggeledahan akan tetap dilakukan berdasarkan aturan yang ada dan sesuai dengan dewan pengawas.
Penggeledahan ruangan di kantor DPP PDIP dilakukan kaitan dengan kasus dugaan suap komisioner KPU Wahyu Setiawan. Ia ditetapkan senagai tersangka termasuk menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, serta seorang swasta bernama Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan ihwal gagalnya penggeledahan di Kantor DPP PDIP lantaran kurang memiliki dasar hukum yang kuat. Menurut Lili, saat itu tim satgas KPK hanya hendak memasang garis KPK namun karena lamanya birokrasi tim KPK meninggalkan tempat sebelum memasang garis KPK.
"Bahwa tim penyelidik tidak ada rencana menggeledah (belum masuk penyidikan) karena sementara itu masih penyelidikan. Kami mau membuat KPK line, jadi untuk mengamankan ruangan," jelas Lili.
Tim penyelidik, kata Lili, juga sudah dibekali dengan surat tugas. "Mereka juga sudah koordinasi dengan security di kantor dan terlalu lama sehingga kemudian ditinggalkan," terang Lili.
Ke depannya, lanjut Lili, KPK akan tetap melakukan penggeledahan dan penyegelan karena kasus sudah masuk dalam tahap penyidikan. Diketahui, saat ini sudah ada 4 tersangka yang telah ditetapkan KPK.
Pengunduran Diri Wahyu
Hari ini, KPU telah menyerahkan surat pengunduran diri Wahyu Setiawan kepada Presiden Joko Widodo. Wahyu mengundurkan diri usai ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024.
"Tadi pagi, surat dari KPU ke Presiden tentang Pengunduran diri Mas Wahyu Setiawan sudah diantar ke bagian Persuratan kantor Presiden Republik Indonesia," ujar Komisioner KPU RI Viryan Azis saat dikonfirmasi, Senin (13/1).
Ia mengatakan, KPU telah menerima pemberitahuan jika surat pengunduran diri itu diterima pihak Presiden. Saat ini, KPU menunggu jawaban Presiden terkait surat pengunduran diri Wahyu Setiawan.
Viryan menuturkan, KPU berharap proses pergantian antarwaktu komisioner dari Wahyu Setiawan ke I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi bisa segera dilakukan. I Dewa Kade Wiarsa merupakan kandidat komisioner KPU yang memperoleh suara terbanyak ke delapan setelah tujuh komisioner terpilih periode 2017-2022.
"Iya (KPU menunggu balasan Presiden), tapi secara subjektif, KPU berharap proses PAW bisa segera dilakukan," kata Viryan
Sebab, kegiatan KPU saat ini terus berlangsung apalagi melaksanakan tahapan pemerintah kepala daerah (Pilkada) 2020. Wahyu Setiawan menjadi komisioner yang memimpin Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat.
"Memang wakil koordinatornya saya. Tetapi, akan lebih baik jika ada Koordinator Divisi untuk mengemban tugas divisi tersebut," lanjut Viryan.
Berdasarkan pasal 37 ayat (3) huruf a UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), mekanisme penggantian antarwaktu anggota KPU yang berhenti dilakukan dengan ketentuan. Anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU urutan peringkat berikutnya dari hasil pemilihan yang dilakukan oleh DPR.