Senin 13 Jan 2020 14:44 WIB

Panas Jelang Kongres, Peneliti LIPI: PAN Sedang Diuji

Sikap Amien Rais yang mendukung salah satu calon dalam kongres PAN dinilai wajar.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro bicara soal Kongres PAN. (foto ilustrasiO.
Foto: Republika/Mimi Kartika
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro bicara soal Kongres PAN. (foto ilustrasiO.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhroh menilai setiap pergantian ketum partai selalu diwarnai suasana gaduh, tidak terkecuali dengan Partai Amanat Nasional (PAN).  Hal itu menjadi hal jamak terjadi di partai politik (parpol) yang membedakan adalah volumenya saja.

"Karena itu di Indonesia ada parpol yang tidak melakukan kongres, Munas atau muktamar dan tidak melakukan penggantian ketum. Artinya, ketumnya tidak diganti-ganti," ujar Siti Zuhroh saat dihubungi Republika.co.id, Senin (13/1).

Baca Juga

Bahkan, kata Siti Zuhroh, ada pula parpol yang melakukan kongres, Munas atau muktamar tapi aklamasi dan bersepakat ketum tetap dan tidak diganti.

Belakangan ini pergantian parpol cenderung tidak mengontestasikan calon, tapi malah calon mundur. Sehingga muncul fenomena calon tunggal dan aklamasi pun berlangsung mendukung calon tunggal.

Sementara, lanjut Siti, secara empirik PAN belum pernah mengalami model aklamasi dalam pemilihan ketumnya. Karena calon-calon bermunculan dalam kongres PAN.

Kompetisi dan kontestasi dalam pemilihan ketua umum bisa smooth jika sejak awal aturan mainnya jelas dan pola rekrutmennya transparan dan akuntabel, dan nengedepankan kedewasaan politik. 

"Saat ini PAN akan diuji apakah para elitenya mampu menghadirkan budaya politik yang kompatibel dengan nilai-nilai demokrasi, atau sebaliknya. Apakah para calon yang terseleksi mampu menununjukkan kualitasnya,"

Kemudian, dengan semua kekuatan dan kelemahan masing-masing calon, siapa yang terbaik nantinya mampu memajukan PAN sebagai parpol modern dan menjadi partai jangkar. Tentunya, kata ia, para pemilik suara di kongres PAN yang bisa mengevaluasi itu.

Selanjutnya terkait sosok Amien Rais sebagai pendiri partai yang justru memihak kepada salah satu kandidat, menurut Siti, adalah hal yang wajar. Sebab, di dalam dunia politik bersikap partisan sudah biasa.

Politik itu sarat dengan kepentingan dan kekuasaan. Karena Amien Rais sedang berprofesi sebagai politisi, jadi wajar jika memiliki keberpihakan terhadap calon tertentu.

"Karena di partai itu biasanya ada faksi-faksi. Mestinya tak hanya faksi Amien Rais yang muncul tapi juga faksi-lain yag juga berpihak pada calon-calon lain," tegas Siti Zuhroh.

Artinya, keberpihakan Amien Rais harus ditimpali dengan munculnya calon-calon lain yang juga didukung oleh para elite yang ada di PAN.

"Itulah makba kompetisi. Yang penting tdk aklamasi supaya demokrasi kita lbh dewasa dan para elite politik matang memaknai suksesi di internal partai," tutup Siti Zuhro.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement