Senin 13 Jan 2020 19:00 WIB

Impor Onderdil Dibatasi, Maskapai Bisa Pakai Fasilitas Ini

Selama ini maskapai melakukan reparasi onderdil pesawat ke luar dengan ekspor biasa

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi penerbangan
Ilustrasi penerbangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini menetapkan jumlah barang yang masuk dalam larangan dan pembatasan (lartas) impor suku cadang atau onderdil industri penerbangan. Hal tersebut dinilai membuat maskapai tidak efisien karena menambah biaya operasional.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Syarif Hidayat mengatakan sebenarnya ada fasilitas yang bisa digunakan maskapai. Dengan begitu tidak semakin mencekik biaya operasinal maskapai.

Baca Juga

"Sebenarnya kita punya fasilitas perbaikan ke luar negeri jadi ekspor sementara nanti kembali menjadi reimpor," kata Syarif di Gedung Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Senin (13/1).

Dia menjelaskan selama ini maskapai melakukan reparasi suku cadang pesawat ke luar dengan ekspor biasa. Kemudian, kata Syarif, kembalinya suku cadang tersebut dengan proses impor biasa sehingga menjadi beban yang sangat berat bagi operasional maskapai.

Untuk itu, Syarif mengatakan maskapai bisa menggunakan fasilitas tersebut. "Itu tidak dikenakan biaya yang banyak sekedar value edit hanya sebagai perbaikan di luar negeri dan juga larangan dan pembatasan menjadi tidak berlaku," jelas Syarif.

Dia menambahkan selama ini dari Indonesia National Air Carrier Association (INACA) tidak memahami fasilitas yang ada tersebut. padahal, lanjut Syarif, fasilitas tersebut sudah ada sejak lama dan bisa digunakan oleh maskapai.

Untuk itu, Syarif memastikan Direktorat Bea dan Cukai siap memberikan sosialisasi mengenai ketentuan yang berhubungan dengan industri penerbangan ternasuk fasilitas. "Kami juga bisa memberikan fasilitas di dunia penerbangan ini diantranya dengan memberikan izin gudang berikat, pusat gudang berikat, diman hal ini akan semakin menurunkan biaya logistik maskapai di INACA ini," jelas Syarif.

Nantinya, Syarif memasrikan izin lartas tidak menjadi kewajiban untuk impor. Sehingga, lanjut Syarif, bisa langsung dikeuaaan tanpa izin lartas namun barang atau suku cadang tersebut dapat disimpan di gudang bersangkutan.

"Nanti perisinannya tidka dihilangkan. Hanya saja harus sudah ada saat impor. Jadi barang bisa disimpan di gudangnya kemudian baru proses perizinan diproses lebih lanjut keada kementerian terkait begitu keluar baru boleh dikeluarkan. Kalau itu belum ada harus di dalam gudang yang bersangkutan," ungkap Syarif.

Sementara itu, Ketua INACA Denon Prawiraatmadja memastikan akan menyampaikan ketentuan tersebut kepada maskapai anggotanya. Denon mengharapkan untuk selanjutnya INACA juga bisa melakukan rapat rutin mengenai lartas tersebut, khususnya bersama kementerian terkait lainnya seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.

"Kita tidak ingin kembali ke pola kerja yang lama. Kita ingin bisnis proses di industri penerbangan lebih efisien tidak memiliki beban operasional yang tinggi," ungkap Denon usai melakukan ertemua di Direktorat Bea dan Cukai.

Denon menjelaskan berdasarkan keterangan dari Direktorat Bea dan Cukai, saat ini sudah 28 persen yang masuk dalam kategori lartas. Menurutnya, sebagian besar impor dari barang tersebut masuk ke dalam cross border.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement