REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR, Arwani Thomafi mengatakan kasus yang menimpa Wahyu Setiawan harus menjadi pelajaran bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) di waktu mendatang. Ia menegaskan KPU harus selalu bisa menjaga dan meningkatkan integritasnya.
"Aturan mainnya sudah jelas, sehingga tidak perlu tengok kanan kiri yang terpenting lihat aturan main lihat aturan main udah jalan aja," ujar Arwani di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/1).
Terkait pengganti Wahyu Setiawan, Arwani menjelaskan bahwa KPU sudah memiliki mekanismenya sendiri. Sehingga, DPR tak perlu lagi melakukan fit and proper tes atau uji kelayakan calon komisioner KPU.
"Sosok yang seperti apa itukan udah tidak bisa lagi, karena urutan di bawahnya sudah ada. Kita berharap ini jadi pelajaran," tegasnya.
Diketahui, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi akan menggantikan jabatan Komisioner KPUsetelah Wahyu Setiawan terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Hal tersebut merujuk aturan penentuan pergantian antar-waktu komisioner.
Ia saat pemungutan suara pemilihan komisioner pada 2017 lalu berada pada posisi ke 8, mengumpulkan 21 suara anggota DPR. Jumlah suara terbanyak diperoleh Pramono Ubaid Tanthowi dan Wahyu Setiawan dengan 55 suara, kemudian Ilham Saputra dan Hasyim Asy'ari masing-masing 54 suara. Peringkat kelima, Viryan Azis dengan 52 suara, sementara Evi Novida Ginting Manik 48 suara dan Arief Budiman 30 suara.
Arwani menjelaskan, Komisioner KPU memang merupakan posisi tak bisa lepas komunikasi dengan elit politik. Maka dari itu, ia mengimbau mereka untuk tetap menjaga integritasnya, khususnya jelang pemilihan umum.
"Artinya tidak ada masalah, misalnya seorang komisioner itu akrab dengan politisi tetapi harus dalam koridor proporsi yang memang dibenarkan oleh aturan UU," ujar Arwani.