Selasa 14 Jan 2020 14:56 WIB

Peringatan Dini Serangan Rudal Iran Selamatkan Banyak Nyawa

Dua orang perwira militer Irak memberikan kesaksian soal serangan rudal Iran

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Dua orang perwira militer Irak memberikan kesaksian soal serangan rudal Iran. Ilustrasi.
Foto: Scott Howe/U.S. Defense Department via AP
Dua orang perwira militer Irak memberikan kesaksian soal serangan rudal Iran. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, ALANBAR -- Dua orang perwira militer Irak memberikan kesaksian soal serangan rudal yang dilancarkan Iran. Mereka mengatakan hampir delapan jam sebelum Iran melepaskan tembakan rudal ke pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Irak pada 8 Januari lalu, pasukan Irak dan AS di pangkalan udara Ain al-Asad bergegas memindahkan personel dan senjata ke dalam bunker.

Salah satu perwira itu mengatakan pada tengah malam sudah tidak ada satu pun pesawat jet tempur atau helikopter yang berada di ruang terbuka. Sumber dari badan intelijen Irak lainnya mengatakan pasukan AS tampaknya tahu kapan persisnya serangan tersebut dilakukan.

Baca Juga

Ia mengatakan tampaknya pasukan AS 'sepenuhnya mengetahui' pangkalan akan diserang 'setelah tengah malam'. Tidak ada yang tewas atau terluka dalam serangan tersebut. Rudal akhirnya ditembakkan pada pukul 01.30 waktu setempat.

"Mereka menembaki bunker kosong yang sudah dievakuasi beberapa jam sebelumnya," kata sumber intelijen itu, Selasa (14/1).

Kisah-kisah ini menambah bukti Iran tidak menjaga rahasia serangannya dengan baik. Tapi alasannya tetap menjadi misteri setelah pejabat-pejabat Iran, Irak, dan AS mengeluarkan pernyataan yang saling bertentangan selama beberapa hari sesudahnya. 

Setelah serangan dilancarkan, beberapa media AS mengutip pemerintah AS yang mengatakan serangan itu hanyalah tembakan peringatan. Membuat mereka puas untuk melakukan balas dendam setelah serangan udara AS menewaskan komandan militer Iran Jenderal Qasem Soleimani pada 3 Januari.

Pemerintah AS mengatakan serangan itu tidak memprovokasi AS untuk melancarkan serangan balasan. Media lain yang mengutip sumber AS dan Arab melaporkan sebelum melancarkan serangan Iran sudah memperingatkan Irak sebelumnya dan Irak mengoper informasi itu ke AS.

Akan tetapi pada Jumat (10/1) Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo membantah narasi tersebut. Ia mengatakan 'tidak diragukan lagi' Iran 'berniat' untuk membunuh personel militer AS di Irak.

Hal ini diamini oleh kepala Staf Gabungan AS Mark Milley. Ia justru memuji intelijen AS yang menurutnya berhasil memberikan notifikasi sehingga tidak ada korban jiwa dalam serangan ini. Milley membantah adanya peringatan dini atau kebocoran informasi dari Teheran.

Kebingungan terhadap tujuan Teheran membuat semakin sulit untuk menilai niatan mereka untuk menyerang AS atau menggelar perang terbuka. Serangkaian pernyataan yang bertentangan dari pejabat-pejabat Iran juga hanya menambah ketidakpastian.

Stasiun televisi Iran juga salah dalam melaporkan serangan ini dengan mengatakan serangan 8 Januari menewaskan puluhan pasukan AS. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mendeklarasikan serangan itu bukan hukuman yang cukup.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif langsung mencicit Iran telah 'mengakhiri' pembalasannya dan 'tidak berniat untuk meningkatkan eskalasi atau perang'. Kepala Pasukan Angkatan Udara Garda Revolusi Iran Amir Ali Hajizadeh juga mengatakan hal yang serupa.

"Kami tidak berniat untuk membunuh. Kami berniat untuk memukul persenjataan militer musuh," katanya walaupun berulang kali mengklaim serangan itu membunuh pasukan AS.

Penasihat Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengatakan Iran tidak memberikan pemberitahuan secara langsung kepada Irak sebelum serangan rudal dilakukan. Tapi Iran memberikan peringatan itu melalui negara lain.

Penasihat Perdana Menteri mengatakan baik Iran dan AS diperingatkan oleh salah satu negara Arab dan satu negara Eropa. Ia menolak menyebutkan nama negara tersebut. "Iran, tentu saja, Iran ingin baik Amerika dan Irak mengetahui adanya serangan sebelum mereka melakukannya," kata Adel Abdul Mahdi.

Pernyataan Penasihat Perdana Menteri Irak itu belum dapat diverifikasi secara mandiri. Kementerian Luar Negeri Iran menolak berkomentar dan delegasi mereka di PBB juga tidak menjawab permintaan komentar.

Kantor perdana menteri Irak dan juru bicara militer tidak menjawab permintaan komentar. Gedung Putih pun menolak memberikan komentar.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement