REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ahmad Basarah menyebut bahwa pergantian antar aktu (PAW) untuk DPR periode 2019-2024 merupakan wewenang partai. Termasuk dipilihnya Harun Masiku menggantikan Nazaruddin Kiemas.
"Saat terjadinya pergantian antar waktu, merekalah yang diputuskan oleh DPP untuk jadi anggota DPR PAW. Jadi maksud kami, beberapa loncat tidak dapat suara terbanyak, jadi maksudnya sudah ada preseden politik," ujar Basarah di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1).
Ia menjelaskan, PAW yang ditentukan oleh DPP partai tak hanya terjadi pada Harun Masiku saja. Sebelumnya hal itu pernah terjadi pada Eva Sundari, Abidin Fikri, dan Sayid Muhammad. "Sudah ada preseden politik internal PDIP mengganti pergantian antarwaktu, yang bukan pemegang suara terbanyak berikutnya," ujar Basarah.
Terkait Harun Masiku yang diketahui masih berada di luar negeri, Basarah menyebut bahwa PDIP menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, partainya mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Partai berprinsip mendukung tugas dan wewenang KPK untuk melakukan penegakan hukum di dalam dugaan tindak pidana penyuapan terhadap komisioner KPU," ujar Basarah.
Diketahui, Kasus suap komisioner KPU oleh politikus PDIP berimbas ke pemecatan caleg PDIP, Harun Masiku. Ia telah menjadi tersangka kasus suap. PDIP memastikan penetapan tersangka membuat Harun Masiku dipecat dari partainya.
"Dia otomatiskan sudah dipecat dari partai," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/1). Ia juga membantah PDIP mempersulit pelacakan keberadaan Harun.
Djarot mengatakan, PDIP sudah mengimbau Harun Masiku untuk bertanggung jawab dan menyerahkan diri. Namun, terkait pencarian keberadaan Harun, PDIP memilih lepas tangan. "Ya dia harus bertanggung jawab menyerahkan diri. Tapi untuk masalah upaya itu silakan serahkan kepada KPK," kata Djarot menegaskan.