REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman meminta tidak ada penyimpulan masyarakat saat ini sudah tidak percaya kepada institusinya sebagai penyelenggara pemilu pascaoperasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu saat ini sudah berstatus tersangka dan ditahan oleh KPK.
"Jangan menyimpulkan orang tidak percaya dengan KPU, kami konsisten dengan kebijakan yang dikeluarkan," kata Arief, usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1).
Menurut dia, masyarakat pasti bertanya mengapa sampai terjadi peristiwa OTT terhadap Wahyu. Namun, tren hasil lembaga survei, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU cukup tinggi.
Dia mengatakan, kasus OTT Wahyu pasti ada pengaruhnya terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPU RI. Namun, jangan menyimpulkan orang saat ini tidak percaya terhadap KPU.
"Peristiwa ini sangat memukul kami, KPU harus menjadikan ini pelajaran berharga untuk KPU RI, provinsi, dan kabupaten/kota. Saya selalu ingatkan terus agar mereka waspada dan menjaga integritasnya, lalu bekerja mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).
Arief mengatakan, selama ini KPU sudah menjalankan proses sesuai prosedur yang dimiliki institusinya dan pengambilan keputusan diambil dalam rapat pleno dengan jumlahnya harus kuorum. Dia menjelaskan, semua komisioner menyatakan pendapat dalam rapat lalu diambil kebijakan, sehingga jelas tujuh komisioner pendapatnya apa dalam mengambil kebijakan.
"Saya pikir itu sudah saya sampaikan ke teman-teman media, siapa saja yang ikut mengambil keputusan dan bagaimana cara kami mengambil keputusan, dan keputusannya apa. Keputusan itu yang menjadi keputusan institusi, kan sudah jelas keputusan itu seperti apa," katanya lagi.
Arief mengatakan, KPU menjalankan tugasnya sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya terkait mekanisme PAW anggota DPR RI. Sehingga, tidak menggunakan dalil Mahkamah Agung (MA).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku (buron) serta seorang swasta bernama Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total sebesar Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Dengan mengenakan rompi tahanan KPK, Wahyu Setiawan mengundurkan diri jabatannya seusai ditetapkan tersangka oleh KPK. Hal tersebut ia sampaikan dalan sebuah surat yang ia berikan seusai pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK pada Jumat (10/1) dini hari.
"Dengan saya telah ditetapkan sebagai tersangka, dalam waktu segera saya akan mengundurkan diri sebagai anggota KPU," kata Wahyu dalam surat tersebut.
"Kejadian ini murni masalah pribadi saya dan saya menghormati proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK," katanya.
Wahyu juga meminta maaf kepada ketua, sekjen, dan anggota KPU atas tindakannya menerima suap. Wahyu juga meminta maaf kepada jajaran KPU di seluruh Indonesia.
"Mohon doa semoga saya diberi kesehatan dan kesabaran," katanya.
Kasus Komisioner KPU