REPUBLIKA.CO.ID, GEORGE TOWN -- Mufti Penang di Malaysia, Datuk Seri Wan Salim Mohd Noor, mengatakan makna kebebasan dalam Islam harus selaras dengan kewajibannya. Wan Salim menanggapi sebuah laporan oleh kelompok pro-moderasi G25 yang berjudul "Administrasi tentang Permasalahan Mengenai Islam".
Laporan ini memiliki topik tentang legalitas Departemen Pengembangan Islam Malaysia (Jakim), peran monarki Melayu dalam administrasi Islam, intoleransi ras, agama hukum pendidikan dan kemurtadan. Dalam laporan setebal 281 halaman itu dinyatakan hukum negara yang menghukum kemurtadan tidak konsisten dengan Konstitusi Federal yang menjamin kebebasan beragama.
Dalam pandangannya, kelompok G20 mengatakan umat Islam dapat meninggalkan agamanya sebagaimana diatur dalam Konstitusi Federal di bawah kebebasan beragama. Namun demikian, Wan Salim meyakini kelompok itu keliru dengan konsep kebebasan dan lupa bahwa tidak ada kebebasan absolut di dunia ini.
"Setiap kebebasan harus seimbang dengan tanggung jawab dan kebebasan juga harus sesuai dengan hukum, aturan agama dan nilai-nilai moral," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir di Malay Mail, Rabu (15/1).
Ia mengakui, Islam menjamin kebebasan beragama, kebebasan berpendapat sendiri, dan mengekspresikan pendapatnya. Menurutnya, Islam memang bertujuan membebaskan manusia dari diperbudak oleh manusia lainnya dan hanya mengabdi kepada Allah.
Wan Salim menegaskan kebebasan itu tidak berarti seseorang dapat dengan bebas melanggar hukum, hukum agama dan menentang nilai-nilai moral untuk melakukan kejahatan, seperti mencuri dan memperkosa.
"Dunia akan berada dalam kekacauan jika semua undang-undang ini diabaikan, kebebasan yang kita inginkan adalah kebebasan manusia dan bukan kebebasan kebinatangan," ujarnya.