Rabu 15 Jan 2020 18:02 WIB

Musim Penghujan, Pasokan Bawang Merah dan Cabai Tetap Aman

Hasil pemantauan tim Kementan menyebut pasokan dan harga bawang di Probolinggo aman

Hasil pemantauan tim Kementan menyebut pasokan dan harga bawang di Probolinggo aman
Foto: Kementerian Pertanian
Hasil pemantauan tim Kementan menyebut pasokan dan harga bawang di Probolinggo aman

REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- Hujan dengan intensitas tinggi diprediksi masih mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia hingga Maret. Bersama para pelaku usaha, pemerintah terus memantau pergerakan komoditas hortikultura strategis yaitu bawang merah dan cabai, khususnya di Pulau Jawa.

Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menegaskan bahwa Kementerian Pertanian harus menjamin ketersediaan bahan pangan termasuk cabai dan bawang merah untuk rakyat Indonesia. Langkah-langkah mitigasi khusus dilakukan terhadap daerah-daerah terdampak banjir, longsor atau bencana lingkungan lainnya akibat cuaca ekstrim.

Hasil pemantauan Tim Kementerian Pertanian menyimpulkan pasokan dan harga bawang merah serta cabai di Kabupaten Probolinggo aman.“Kami sudah terjunkan tim pusat untuk memantau kondisi pertanaman di Probolinggo. Ratusan hektare hamparan bawang merah varietas biru lantjor secara umum terpantau aman terkendali,” ujar Plt. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Sukarman saat dihubungi di Jakarta, Rabu (15/1).

Adanya pergerakan harga bawang merah di beberapa hari terakhir ini, kata Sukarman, masih terbilang wajar. Melihat kecenderungan pasokan yang ada, diperkirakan harga akan menurun dalam beberapa pekan depan.

“Sejauh ini terjadi tren penambahan luas tambah tanam (LTT) bawang merah di Probolinggo hingga akhir Januari nanti. Langkah ini dilakukan untuk mengamankan stabilitas pasokan sejalan dengan kebijakan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo,” jelas Sukarman.

Sukarman menjelaskan bahwa varietas bawang merah biru lantjor asal Probolinggo menjadi andalan dan diminati pasar ekspor. Beberapanya telah sampai ke Thailand dan Singapura.

“Kawasan Probolinggo dikenal sebagai salah satu sentra off season, artinya justru banyak menanam saat musim hujan. Kalau terkait antisipasi terhadap serangan penyakit, para petani bawang merah di Probolinggo sudah terkenal tangguh. Petani banyak yang menggunakan kelambu untuk mengatasi serangan OPT,” tutur Sukarman.

Sukarman memaparkan, hingga kini Kabupaten Probolinggo menjadi sentra ke dua terbesar di Provinsi Jawa Timur setelah Nganjuk. Secara nasional menyumbang sekitar 3,7 persen dari total produksi bawang merah nasional dan menjadi salah satu daerah pemasok ekspor khususnya varietas biru lantjor.

Catatan Dinas Pertanian Kabupaten Probolinggo, LTT bawang merah November mencapai 462 hektare tersebar di Kecamatan Tegalsiwalan, Gending, Dringu. Dengan demikian, pada Januari ini terdapat potensi panen seluas 462 hektare.

Selain itu produktivitas 8 ton per hektare diperkirakan produksi bawang merah di Januari mencapai 3.696 ton. Kebutuhan bawang merah untuk lokal kabupaten Probolinggo hanya 392 ton sehingga masih ada surplus mencapai kurang lebih 3.300 ton. Surplus bawang merah tersebut akan mengisi pasokan luar Jawa utamanya Kalimantan, Sulawesi hingga Sumatera.

Kepala Pasar Bawang Merah Kabupaten Probolinggo, Sutaman Effendi menyampaikan pasokan yang masuk ke pasar per hari berkisar antara 6 - 7 ton per hari.

“Pada hari ini, harga bawang merah kualitas super mencapai Rp 25 ribu per kg, kualitas tanggung besar Rp 20 - 24 ribu per kg, tanggung kecil Rp 16 – 19 ribu per kg,” ujar Sutaman saat ditemui Selasa, (14/1).

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Probolinggo, Yulis Setyaningsih, mengakui pasokan bawang merah di daerahnya sempat mengalami penurunan.“Kondisi ini diakibatkan tanaman terserang ulat grayak, terutama saat musim panca roba. Sementara untuk pertanaman Januari aman terkendali,” ujar Yulis.

Petani Bawang Merah asal Dringu, David mengamini hal tersebut. “Pada September hingga awal Desember kemarin memang banyak serangan ulat grayak namun pada saat memasuki musim hujan, pertanaman rata – rata sudah aman,” ujarnya.

Petani sekaligus penangkar bawang merah Kabupaten Probolinggo, Muhasan menyebut produksi bawang merah periode Oktober - Januari sebagian besar digunakan untuk benih.

"Kalau panen saat musim hujan biasanya produktivitasnya paling banyak 8 ton per hektare. Secara umum produksi bawang merah di Kabupaten Probolinggo masih sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri.  Masih ada surplus untuk memenuhi kebutuhan di luar Probolinggo," kata Muhasan.

Panen Cabai Rawit Merah Mundur Empat Hari

Berbeda dengan bawang merah, harga cabai rawit merah tengah mengalami kenaikan harga disebabkan mundurnya musim panen. Menurut petani sekaligus pedagang cabai rawit merah setempat, Munir mengatakan kenaikan harga cabai rawit merah lebih disebabkan karena waktu panen mundur.

"Akibat hujan, cabai jadi tidak cepat merah, mundur 4 - 5 hari,” ujar Munir yang juga merangkap  Ketua Kelompok Tani Talang Sari Dua, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo.

Untuk pertanaman cabai besar di Kabupaten Probolinggo pada Desember kemarin, kata Munir, terdapat LTT kurang lebih 22 hektare. Hasil pemantauan di Kecamatan Krucil umur tanaman bervariasi mulai dari 3 sampai 75 hari bahkan beberapa sudah siap panen.

“Desa Seneng sendiri saat ini ada pertanaman seluas 10 hektare, umur tanaman bervariasi mulai dari 1 minggu sampai 50 hari, diperkirakan harga mulai turun bulan depan,” ujar Ketua Kelompok Tani Rejeki I, Desa Seneng, Kecamatan Krucil, Abdul Azis.

Kepala Seksi Tanaman Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Probolinggo sekaligus anggota Satgas Pangan Kabupaten Probolinggo, Hari Agustami, memprediksi mundurnya musim hujan di Kabupaten Probolinggo tahun ini akan berpengaruh terhadap penambahan luas areal tanam Bawang merah pada musim hujan tahun ini.

“Pada Januari 2019 yang lalu seluas 364 hektare, diperkirakan tahun ini mengalami peningkatan luas tanam hingga 500 hektare. Hal tersebut dikarenakan petani yang semula berencana tanam padi sebagian tertarik tanam bawang merah,” tutur Hari.

Begitu pula areal cabai rawit. Di beberapa sentra cabai, petani memilih tidak membongkar tanaman menjadi lahan padi di musim hujan tahun ini. Petani merawat tanamannya secara intensif dengan harapan masa produksinya bisa lebih bertahan lama. Hal ini mengingat harga cabai di tingkat petani cukup lumayan, sehingga stok cabai hingga tiga bulan ke depan surplus.

Prediksi harga ke depan bergantung  pertanaman di lapangan dan faktor iklim sebagai pendukung. “Kami bersama dengan anggota satgas lainnya akan terus melakukan pemantauan dan pengawalan produksi serta harga untuk menjaga harga tetap stabil,“ ungkap Hari.

Malang Turut Amankan Stabilitas Pasokan Cabai Ke Jabodetabek

Kabupaten Malang, Kabupaten Malang memiliki sharing nasional sebesar 4,91 persen untuk cabai rawit dan 2,27 persen untuk cabai besar. Ditemui terpisah, Kasi Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Malang, Ina Khoirun Nisa menyatakan cuaca ekstrim menyebabkan pertanaman September – Oktober sebagian mengalami gagal panen. Hal ini berimbas naiknya harga cabai rawit di tingkat petani.

“Diperkirakan pada Februari panen cabai rawit mencapai 1500 hektare dan Maret 2000 hektare.  Dalam dua bulan ke depan kami prediksi kondisi cabai akan kembali normal. Kalau bawang merah sudah tidak diragukan lagi, kami adalah salah satu sentranya,“ ungkap Ina.

Sukarman berharap harga dan pasokan cabai kembali normal, sehingga di pasaran tidak terjadi ketimpangan perolehan keuntungan. “Tahun 2019 kita kucurkan APBN untuk pengembangan kawasan cabai. Demikian juga pada 2020 ini. Tentunya dana ini bertujuan agar bisa dirasakan oleh masyarakat luas khususnya para petani,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement