REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak kepolisian sudah menetapkan dua pelaku dengan inisial TSH dan FA terkait kasus penipuan dan penyebaran berita bohong. Mereka mengaku sebagai raja dan permaisuri Keraton Agung Sejagat, Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
"Dari pihak kepolisian alat bukti pelaku TSH dan FA adalah tindak pidana penipuan dengan modus dengan membayar beberapa biaya. Seperti bayar seragam, kartu anggota dan sebagainya dengan cara menyampaikan simbol-simbol kerajaan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (15/1).
Kemudian, Argo melanjutkan Polda Jawa Tengah (Jateng) dengan Polres Purwerojo sudah mengamankan pelaku yang inisial TSH dan FA sekitar pukul 17.00 WIB kemarin (14/1). Pelaku dibawa langsung ke Polda Jateng. Polisi juga melakukan pemeriksaan dan penggeledahan barang bukti TKP di Purwerojo.
Argo menambahkan pihak penyidik sudah memeriksa 17 saksi. Saksi tersebut dari kalangan masyarakat yang menjadi korban penipuan kerajaan palsu tersebut. Lalu, para korban tidak hanya dari daerah Purwerojo tapi ada juga yang berasal dari luar Purwerojo.
"Penyidik masih melakukan pendalaman kenapa semua korban terpengaruh? terus siapa yang bantu biaya mendirikan sebuah kerajaan? kami dalami dengan Polda Jateng," kata dia.
Kedua pelaku tersebut dikenakan pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang mengakibatkan keonaran serta pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Sebelumnya, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengatakan, keberadaan Totok Santosa Hadiningrat yang mengklaim sebagai raja KAS telah meresahkan warga setempat. Termasuk dengan berbagai aktivitas yang dilakukan selama ini.
Demikian halnya, eksistensi KAS --yang disebut tersangka Totok Santoso sebagai penerus kerajaan Mataram-- adalah tidak benar. Semua simbol yang dipakai oleh KAS tersebut semuanya palsu.
Hal tersebut terungkap polisi melakukan penyelidikan terkait dengan eksistensi keraton yang telah menggegerkan masyarakat Purworejo tersebut. “Jadi semua simbol dan panji- panji tersebut palsu, termasuk identitas KTP dan sejumlah dokumen lainnya,” tegas Rycko.