REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menganggap Komisi Yudisial kurang transparan dalam proses seleksi calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung Republik Indonesia. Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir menyatakan jika begitu maka DPR RI akan lebih selektif di dalam proses pemilihan nanti.
"Kalau mendengar penjelasan Komisi Yudisial, banyak kekecewaan terkait proses rekrutmen. Memang KY punya standar penilaian tapi kami belum mendapat penjelasan secara rinci angka penilaian siapa mengeluarkan, mereka belum menjawab belum jelas," kata politisi Partai Golkar itu usai memimpin rapat konsultasi dengan KY di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen RI Jakarta, Rabu (16/1).
Ia menyampaikan jika pandangan dari anggota Komisi III DPR RI hanya ingin agar biaya yang dikeluarkan dalam proses seleksi tidak percuma karena banyak calon yang sebetulnya layak, namun sudah digugurkan."Kita tidak ingin biaya yang besar ini, calon tersebut banyak yang digugurkan," ucap Adies menegaskan.
Selain itu, ia juga tidak mau calon-calon yang dianggap memiliki rekam jejak baik oleh Komisi Yudisial di saat akan dipilih ternyata ditemukan rekam jejak yang buruk di detik-detik akhir akan ditetapkan sebagai Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung.
"Karena itu berkaitan dengan sejauh mana profesionalisme Komisi III DPR," ujarnya.
Oleh karena itu, Komisi III mulai tanggal 20 Januari akan mengumpulkan makalah-makalah terkait visi-misi calon-calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung tersebut. DPR RI, kata Adies, kemarin juga sudah mengumumkan perihal rekam jejak dari masing-masing calon melalui media arus utama sehingga diharapkan publik ikut menilai dan menyampaikan aspirasi terkait nama-nama tersebut.
Adies mengatakan di tanggal 20-21 Januari nanti akan ada uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) terkait nama-nama calon Hakim yang diajukan Komisi Yudisial. Ia berharap Kamis pekan depan Komisi III DPR RI sudah bisa mendapatkan nama calon yang bisa diterima untuk kemudian di tanggal 3 Februari 2020, nama-nama tersebut diserahkan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).