REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika meminta pemerintah tidak gegabah dalam mencabut subsidi gas 3 kilogram (kg) alias gas melon. Menurut dia, wacana kebijakan tersebut perlu dikaji ulang.
"Kalau menurut saya, hal ini (subsidi) tidak bisa sekonyong-konyong diganti. Pasti akan kacau. Lebih baik pemerintah mencoba dulu mengkaji dulu, kalau perlu ada pilot project," kata Kardaya saat dihubungi Republika, Rabu (15/1).
Menurut Kardaya, sebaiknya pemerintah melakukan percobaan dahulu di suatu kabupaten atau kecamatan tertentu. Bila ternyata dampaknya bagus dan tidak menimbulkan gejolak, serta tidak menimbulkan perkara, baru diterapkan secara nasional.
"Perlu dikaji dan udah sering, jangan gegabah, harus koordinasi dengan kementerian lain dan lapor ke Presiden dulu," ujar dia.
Ia pun menilai, rencana pemerintah mencabut subsidi elpiji kemudian mengalihkan subsidi dengan mengarahkan langsung pada masyarakat tak begitu tepat. Kebijakan tersebut tetap berisiko tidak tepat sasaran.
"Jangan sampai seperti yang sudah-sudah. Ini masalah elpiji ini banyak sekali dicoba begini lalu bilang begitu, ujung ujungnya tidak ada hasil. Kalau menurut saya, kalau (subsidi) diberikan langsung pada masyarakat kurang tepat," ujar Kardaya.
Ia mencontohkan kebijakan beras untuk rakyat miskin (raskin) yang pernah diberikan pemerintah. Beras tersebut ternyata tidak hanya diterima masyarakat miskin. Tetapi, banyak masyarakat mampu yang tetap menerima beras tersebut. Dikhawatirkan, pengalihan subsidi elpiji melon agar langsung ke masyarakat juga mengalami kejadian serupa.
Terkait elpiji melon ini, Kardaya pun meminta pemerintah lebih berhati-hati dalam merancang kebijakan. Terlebih, elpiji tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat tidak mampu. Meskipun, diakui pula penjualan elpiji melon kerap tidak tepat sasaran. Ia menegaskan, kebijakan energi harus benar-benar dipikirkan dengsn matang.
"Sekarang ini, besok itu. Itu hancur kalau seperti itu, karena ini kebutuhan masyarakat, khususnya masyarakat bawah. Jadi jangan sampai menimbulkan gejolak. Kalau menimbulkan gejolak, biayanya akan lebih besar dari hasil yang didapatkan," ujar Kardaya.
Politikus Gerindra ini pun menambahkan, seharusnya pemerintah tidak perlu menyampaikan rencana-rencana yang belum matang dan bulat. Terlebih, format subsidi pengganti untuk pencabutan subsidi gas melon ini juga belum jelas. Seharusnya, kata Kardaya, pemerintah tak berbicara terlebih dahulu soal ini ke publik tanpa perencanaan yang matang dan dikonsultasikan ke semua pihak.
"Pikirkan dulu, dirembukkan dengan pemerintah, ke Presiden termasuk DPR yang menentukan melalui undang-undang, APBN. Kalau mengubah subsidi dan peruntukkan subsidi harus mengubah undang-undang," ujar dia menegaskan.
Pekerja menata tabung gas elpiji tiga kilogram di salah satu pangkalan di Jalan Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (15/1).
Pemerintah berencana menerapkan subsidi elpiji tiga kilogram secara tertutup pada pertengahan 2020. Subsidi tabung elpiji 3 kg dicabut dan akan diberikan dengan mekanisme berbeda.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengungkapkan ada alasan tersendiri mengapa hal tersebut dilakukan. "Ya, kita sedang membangun sistem. Apakkah mereka (Dirjen Migas Kementerian ESDM) mau melakukan bertahap," kata Ego di Gedung SKK Migas, Rabu (15/1).
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan penerapan subsidi elpiji 3 kg secara tertutup menjadi salah satu tantangan pada 2020. Secara prinsip, kata Djoko, sektor terkait saat ini sudah setuju penerapan subsidi LPG tiga kilogram dilakukan secara tertutup.
"elpiji 3 kg secara tertutup hanya untuk masyarakat yang berhak, persiapan subsidi langsung pada masyarakat," ujar Djoko.
Untuk itu, Djoko memastikan subsidi akan diberikan dengan sistem yang berbeda. Dengan begitu, harga gas elpiji 3 kg dijual dengan harga pasaran sama seperti perkilogram ukuran gas lain.
"Itu (harga jual sama dengan harga pasar) termasuk salah satunya. Sama dengan yang 12 kg (perkilonya)," kata Djoko.
Djoko menegaskan nantinya masyarakat yang golongan mampu dapat memilih sendiri kebutuhan gasnya karena harganya akan sama. Terlebih di pasaran, ukuran gas bermacam-macam mulai dari 3 kg, 5 kg, 8 kg, dan 12 kg.
"Ngapain bolah-balik, mending 12 kg. Kalau sekarang rumah tangga yang pakai 12 kg (orang mampu) beli juga 3 kg (padahal untuk orang miskin)," ungkap Djoko.
Uji Coba Kartu Subsidi Elpiji