REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Demi menghindari 'kesalahpahaman' yang dapat memicu sanksi, Korsel harus bekerja sama dengan AS terkait rencana apapun yang berhubungan dengan Korea Utara (Korut). Pernyataan itu diungkapkan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Korea Selatan (Korsel) Harry Harris.
Harris mengatakan sebagai pejabat AS ia tidak memiliki posisi dalam proposal yang ajukan Korsel untuk membuka kembali pariwisata perorangan di Korut. Tapi menurutnya penting bagi Washington dan Seoul untuk saling berkonsultasi.
Saat ini negosiasi denuklirisasi Semenanjung Korea masih mengalami kebuntuan. Presiden Korsel Moon Jae-in mengatakan demi memperkuat hubungan dengan Pyongyang ia akan mencari cara agar proyek antar-Korea tetap berjalan.
"Demi menghindari kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu sanksi, lebih baik untuk melaksanakan hal ini melalui kelompok kerja," kata Harris, Kamis (16/1).
Ia menyinggung tentang kelompok kerja yang didirikan pada 2018. Kelompok kerja itu dibentuk untuk menjembatani AS dan Korsel yang terkadang memiliki pendekatan yang berbeda terkait Korut.
"Korsel negara berdaulat dan akan melakukan apa yang menurut mereka yang terbaik untuk kepentingan nasionalnya," tambah Harris.
Ia mengatakan AS tidak dalam posisi menyetujui atau tidak keputusan Korsel. Tapi sebagai sekutu terbesar Korsel, Washington memiliki kepentingan dalam kerja sama antar-Korea dan diskusi 'bermanfaat' yang sedang berlangsung.
"Optimisme Presiden Moon yang berkelanjutan membesarkan hati, saya pikir optimismenya menciptakan harapan dan itu hal yang positif. Tapi mengenai bertindak berdasarkan optimisme itu, saya harus katakan segala sesuatu harus dilakukan dengan berkonsultasi dengan AS," kata Harris.
Menteri Luar Negeri Korsel Kang Kyung-ha membawas proyek itu pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Kalifornia pekan ini. Korsel dan AS juga sedang berselisih tentang kontribusi Seoul dalam membiayai hampir 28.500 pasukan AS yang ada di sana.
Perjanjian berbagi biaya pasukan AS di Seoul saat ini sudah kadaluwarsa pada akhir 2019. Harris mengatakan komandan tinggi militer AS di Korsel menggunakan 'dana sisa' untuk meminimalisir dampak yang mungkin akan menerpa sekitar 10 ribu orang Korea yang bekerja di militer AS.
Ia menambahkan para pekerja itu akan segera diberitahu untuk mengambil cuti wajib. Negosiasi yang dilakukan pada Rabu (15/1) tidak menghasilkan kesepakatan apapun. "Di Washington kami tidak mencapai kesimpulan, jadi akan ada diskusi lanjutan. Saya pikir kami menyempitkan perbedaan," kata Harris.
Harris mengatakan pembeliaan senjata AS menjadi salah satu faktor yang dinegosiasikan. Isu lain seperti permintaan AS untuk mengirimkan pasukannya angkatan lautnya ke Timur Tengah tidak dibahas dalam negosiasi berbagi pembiayaan pasukan AS di Seoul.