REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta Kementerian Kesehatan tidak mengambil wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan karena tidak sejalan dengan reformasi birokrasi. Wewenang yang dimaksud adalah mau menarik izin edar. "Kalau Kemenkes mau menarik kembali izin edar, maka tidak sesuai dengan semangat reformasi birokrasi," kata Tulus dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (16/1).
Dia mengatakan saat ini pengawasan obat, makanan dan kosmetik dilakukan oleh BPOM baik secara prapasar dan pascapasar. Menurut dia, pengawasan pre-market control yang dilakukan BPOM dan akan diambil alih oleh Kementerian Kesehatan juga tidak sejalan dengan spirit otonomi daerah. "Antara Kemenkes pusat dengan Dinkes di daerah tidak ada lagi garis komando. Sebab garis komando Dinkes di bawah Pemda setempat," kata dia.
Bahkan, kata dia, secara internasional tidak ada negara manapun yang model pengawasan yang terpisah antarkementerian/lembaga. Menurut Tulus, apabila Kemenkes tetap bersikukuh untuk menarik wewenang BPOM, maka pemerintah dalam hal ini Kemenkes membuat tiga kesalahan yaitu yuridis, politis dan sosiologis.
“Yuridis berarti kembali pada pola lama, ketika BPOM masih berupa Dirjen POM di bawah Kemenkes, sosiologisnya, pengawasan prapasar oleh Kemenkes justru akan memperlemah pengawasan itu sendiri dan akhirnya akan memperlemah perlindungan pada konsumen," kata dia.
Sementara secara politis, kata dia, pengambilalihan Kemenkes tersebut bisa dianggap bertentangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo. Pengamat kebijakan publik Riant Nugroho mengatakan pengambilalihan kewenangan BPOM oleh Kemenkes sebaiknya tidak dilakukan. "Kalau izin edar sudah bagus di tangan BPOM tinggal memperkuat, jangan kemudian dimentahkan kembali," katanya.