Kamis 16 Jan 2020 21:38 WIB

Produksi Keramik Plered Menurun Saat Musim Hujan

Perajin keramik terkendala dengan cuaca yang faktor utama produksi keramik.

Rep: Zuli Istiqomah / Red: Nashih Nashrullah
Seorang pekerja tengah memberikan sentuhan terakhir dari pembuatan sebuah pot bunga yang terbuat dari tanah liat, di sebuah industri keramik rakyat, di Plered, Kabupaten Purwakarta, Rabu (22/9).
Foto: FOTO ANTARA/Hermanus Prihatna
Seorang pekerja tengah memberikan sentuhan terakhir dari pembuatan sebuah pot bunga yang terbuat dari tanah liat, di sebuah industri keramik rakyat, di Plered, Kabupaten Purwakarta, Rabu (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA — Musim hujan kerap menjadi kendala bagi para perajin gerabah keramik di Plered, Purwakarta. Alhasil produksi pun menurun.  

Perajin di sentra industri kerajinan khas Purwakarta ini memerlukan waktu lebih lama untuk mengeringkan keramik buatannya. Seperti yang dialami salah seorang perajin gerabah di Plered, Dede Muhtar (53).  

Baca Juga

Dede yang sudah dua puluh tahun bergelut pada kerajinan tanah liat ini mengatakan pesanan masih tetap datang dari para langganannya. 

Namun saat musim hujan, dia tidak bisa melayani semua pesanan dari pembeli yang kebanyakan berasal dari luar kota. 

“Musim hujan ini produksi jelas menurun karena cara pengeringan terhambat. Biasanya satu pekan kering ini bisa dua minggu sampai satu bulan,” kata Dede saat ditemui Republika di tempat pembuaran keramik miliknya di Plered beberapa waktu lalu.  

Dede menyebutkan menurunnya produksi keramik buatannya bisa mencapai 30 persen. Dia bersama para pekerjanya biasanya bisa menghasilkan ratusan pot dalam sepekan terdiri dari berbagau ukuran. 

Namun karena pemgeringannya membutuhkan waktu lebih lama maka tak jarang pesanan harus ditolaknya. Kondisi seperti ini memang sudah biasa terjadi setiap tahunnya. 

Biasanya pada musim kemarau dia membuat cukup banyak stok untuk dijual saat musim hujan seperti saat ini. Walaupun resikonya terkadang gerabah keramik ini bisa hancur atau rusak sebelum terjual. 

“Ya sekarang mah paling antisipasinya dinaikin ke atas oven pengeringannya walaupun yang bagus memang dijemur. Tapi kualitas keseluruhan en   

Selain terhambat pengeringan, menurutnya saat musim hujan juga kayu untuk proses pembakaran juga cenderung sulit didapat. Bukan karena stok kayu yang tidak ada tapi lebih pada akses untuk mendapatkan kayu di hutan atau kebun yang lebih sulit. Terutama jika cuaca juga sedang hujan.  

Dede memang lebih fokus memproduksi pot. Dia bisa memproduksi 45-60 unit pot dari ukuran kecil hingga besar dalam sekali pembakaran. Produknya itu biasa didistribusikan ke toko-toko di wilayah Jakarta dan sekitarnya. 

Dengan adanya bencana banjir kemarin, dia memprediksi akan ada peningkatan pesanan pot buatannya karena konsumen ingin mengganti pot yang kemungkinan rusak.    

Kepala Bidang Usaha Kecil Menengah Pemkab Purwakarta, Ahmad Nizar, berharap kondisi pasca banjir bisa membawa peningkatan pesanan bagi para perajin keramik Plered. Menurut pengalamannya, penjualan produk gerabah meningkat setelah terjadi banjir di daerah tersebut. 

Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian berharap fenomena itu kembali terjadi setelah banjir awal 2020 lalu.  

"Peningkatan itu terjadi beberapa bulan setelah banjir untuk mengganti perabotan rumah tangga yang rusak terkena banjir. Prediksi saya begitu," kata Nizar.  

Keramik Plered memang menjadi produk unggulan dari Kabupaten Purwakarta.  Selain dikirim ke kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, produk gerabah asal Plered Kabupaten Purwakarta juga telah diekspor ke berbagai negara. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement