Kamis 16 Jan 2020 23:59 WIB

Beragama itu Seimbang: Tak Melulu Shalat, Puasa, dan Bujang

Rasulullah SAW memberikan contoh tentang beragama yang seimbang.

Rasulullah SAW memberikan contoh tentang beragama yang seimbang. Seorang Muslim tengah beribadah di Masjid (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Rasulullah SAW memberikan contoh tentang beragama yang seimbang. Seorang Muslim tengah beribadah di Masjid (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Konsepsi beragama dalam Islam sangatlah berimbang. Islam tidak hanya menitikberatkan pada ibadah, tetapi juga memberikan porsi terhadap hak-hak sesama. 

Syahdan ada tiga orang sahabat mendatangi istri rasul. Mereka bertanya mengenai ibadah dan perilaku Rasulullah saw sehari-hari, baik yang berhubungan dengan Sang Pencipta, maupun dengan umatnya. Pada akhirnya ketiga sahabat itu dapat mengetahui ibadah serta ketaatan Rasulullah terhadap Khaliknya, serta perilaku dan sikap Rasul kepada umatnya.

Baca Juga

Salah seorang dari mereka berkata, ''Aku akan salat malam selamanya dan tidak akan pernah berhenti''. Sahabat kedua berkata, ''Aku pun akan puasa siang malam dan tidak akan berbuka.'' Seorang lagi berkata, ''Aku akan membujang dan tidak akan pernah menikah.''

Ungkapan dan keinginan mereka itu akhirnya sampai kepada Rasul. Rasulullah pun bersabda, ''Apakah kamu sekalian yang berkata dan berkeinginan seperti yang kamu ungkapkan, wahai sahabatku? Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kamu sekalian. Aku pun orang yang paling taat kepada Allah di antara kamu sekalian. Namun, aku salat dan aku pun beristirahat. Aku puasa dan aku pun berbuka. Begitu pula aku menikah. Maka barang siapa yang tidak menyukai sunahku, mereka bukanlah golonganku.''

Kisah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim tersebut menitipkan pesan kepada kita untuk bersikap proporsional dalam menjalani hidup ini. Rasulullah yang telah diampuni Allah serta terjaga dari perbuatan dosa (maksum) itu masih menyempatkan waktu untuk berdialog dengan Sang Khalik dan mengadukan permasalahan yang beliau hadapi, serta tidak berputus asa dalam berjuang dan berusaha.

Rasulullah juga tidak lupa memperhatikan dan berinteraksi dengan istri, keluarga, dan masyarakat. Bahkan, dalam suatu riwayat, Rasulullah masih sempat menjahit sendiri pakaiannya yang sobek. Subhanallah. Sehingga, ketika para sahabat berpikir dan berkeinginan hanya untuk hidup menyendiri saja, tanpa melakukan interaksi, dan lebih mementingkan dirinya sendiri, Rasulullah langsung menegurnya.

Acapkali kita berpikir bahwa untuk bisa menggapai dan mendapatkan kebahagian surgawi hanya bisa dilakukan dengan melakukan kerutinan ibadah saja dan mengesampingkan interaksi sosial. Padahal itu anggapan kurang benar.

Kita terjerumus ke kebenaran individu. Oleh karena itu, kita tidak hanya dituntut salat saja, tapi juga diharuskan untuk memanifestasikan nilai dan tujuan salat, yakni mencegah kemungkaran dan mengajak pada ke-makruf-an.

Lagipula ayat-ayat Allah dan hadis Rasul mengatur dan mencakup berbagai permasalahan manusia, tidak hanya soal individu, tetapi juga masyarakat dan negara. Esensi syariat Allah itu tidak akan pernah lepas dari manfaat dan kebaikan bagi hamba-hamba-Nya yang taat dan melaksanakannya secara kafah, bukan sepotong-sepotong.

 

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement