REPUBLIKA.CO.ID, GUATEMALA CITY -- Presiden Guatemala Giammattei mengatakan negaranya telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Venezuela. Keputusan itu diduga diambil karena dia enggan mengakui pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
"Kami telah memerintahkan menteri luar negeri, satu-satunya orang yang tersisa di kedutaan di Venezuela kembali, dan kami benar-benar mengakhiri hubungan dengan Pemerintah Venezuela. Kami akan menutup kedutaan," kata Giammattei pada Kamis (16/1).
Pada November tahun lalu, Giammattei memang telah mengutarakan niatnya untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Venezuela. Kala itu dia mengatakan pemerintahannya lebih memilih mengakui Juan Guaido sebagai pemimpin Venezuela daripada Maduro. Guaido adalah pemimpin oposisi di negara tersebut.
"Saya pikir ini hal yang benar untuk dilakukan (mengakui Guaido sebagai pemimpin Venezuela). Ada pemerintahan (negara Amerika Selatan) lainnya yang akan melakukan hal serupa," ujar Giammattei tanpa menjelaskan lebih detail.
Sejak Januari 2019, Venezuela telah dibekap krisis politik. Saat itu, ribuan warga di sana turun ke jalan dan menyerukan agar Maduro mundur dari jabatannya. Krisis ekonomi dan hiperinflasi menjadi alasan utama yang memicu aksi tersebut.
Di tengah-tengah momen demikian, Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela. Langkahnya memperoleh dukungan dari Amerika Serikat (AS). Washington memang tak menjalin hubungan baik dengan Maduro.
Berlanjutnya krisis membuat sejumlah negara, termasuk Uni Eropa, menyerukan agar Venezuela menggelar pemilu ulang. Namun gagasan tersebut ditentang oleh Maduro. Penolakan tersebut akhirnya membuat banyak negara Eropa mendukung kepemimpinan Guaido. Israel dan Australia pun mengambil langkah serupa dengan AS dan Eropa.
Sementara beberapa negara lain seperti Rusia, Kuba, Cina, dan Turki, mengambil langkah berseberangan. Mereka memilih mendukung pemerintahan Maduro. Dalam pandangan mereka, krisis politik di Venezuela harus diselesaikan secara internal tanpa intervensi asing.