REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara film Ambu, Farid Dermawan, memendam rasa kecewa. Padahal, filmnya itu telah meraih penghargaan Artis Pemeran Pembantu Terbaik pada ajang Festival Film Asia Pasifik (APFF) 2020 di Makau.
Lalu, apa yang membuatnya masih tak puas? Menurut Farid, Ambu saat tayang tahun 2019 lalu hanya mendapat sekitar 25 layar bioskop. Soal bahasa, menurut Farid, menjadi salah satu kendala pihak bioskop untuk menayangkan film itu.
Farid menjelaskan, ia memakai Bahasa Sunda di film Ambu. Di lain sisi, tak semua orang mengerti bahasa daerah tersebut.
"Ini film Bahasa Sunda, bukan Bahasa Indonesia. Jadi, kendalanya di situ, enggak semua orang ngerti Bahasa Sunda," kata Farid saat ditemui di Jakarta, Kamis.
Ambu sebetulnya tayang dilengkapi dengan teks terjemahan. Akan tetapi, Farid menduga, bisa jadi itu memengaruhi mood menonton.
"Mungkin dengan ada subtitle itu mood-nya juga beda. Jadi ini, ke depannya tolong diperhatikan, karena ini kan film budaya ya," kata dia.
Farid mengungkapkan, sejatinya ia ingin mengenalkan budaya Jawa Barat ke seluruh daerah di Indonesia melalui film Ambu. Ia berharap film budaya lainnya akan mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk dipertontonkan ke masyarakat.
"Jadinya pinginnya untuk berikutnya kalau ada rumah produksi lain yang bikin film tentang budaya, coba dikasih layarnya yang banyak, di seluruh Indonesia. Biar orang Indonesia juga tahu budayanya sendiri," kata dia.
Farid mengaku, pihaknya saat itu telah berupaya untuk menambah jumlah layar tayang untuk film Ambu di bioskop. Namun, upaya tersebut tak berbuah hasil.
"Kami juga sudah sempat berjuang. Dalam arti beragumen ya "enggak bisa dong", kami bilang, "karena ini film budaya, kami enggak mau hanya di Jawa Barat aja orang-orang tahu tentang budaya Baduy"," tuturnya.
Farid sudah menjelaskan keinginannya agar Baduy juga dikenal oleh seluruh penonton Indonesia.
"Akhirnya, setelah tayang, banyak daerah-daerah lain yang ingin nonton," ujarnya.