Jumat 17 Jan 2020 12:29 WIB

PBB: Prospek Ekonomi Tahun Ini Bergantung pada Perang Dagang

Menurut laporan PBB pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini dapat mencapai 2,5 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai, ekonomi dunia berpotensi membaik pada tahun ini dibandingkan tahun lalu apabila risiko perang dagang tetap dapat diatasi. Optimisme ini tertuang dalam laporan bertajuk World Economic Situation and Prospects (WESP) 2020 yang dirilis Kamis (16/1) di Markas PBB, New York.

Laporan tersebut menyatakan, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2020 dapat mencapai 2,5 persen, membaik dibandingkan nilai tahun lalu yakni 2,3 persen. Tapi, peningkatan ketegangan perdagangan, kekacauan finansial atau eskalasi ketegangan geopolitik tetap harus diantisipasi karena berpotensi menggagalkan pemulihan ekonomi.

Baca Juga

Apabila risiko itu tidak dapat diatasi, pertumbuhan global diproyeksikan hanya mampu tumbuh 1,8 persen pada 2020. Pelemahan berkepanjangan dalam kegiatan ekonomi global mampu menyebabkan kemunduran signifikan untuk pembanguann berkelanjutan.

Termasuk, tujuan mengentaskan kemiskinan dan menciptakan pekerjaan layak untuk semua masyarakat. "Pada saat yang sama, ketidaksetaraan berpotensi meluas dan krisis iklim yang semakin dalam memicu rasa tidak puas di banyak bagian dunia," tulis laporan WESP 2020.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memperingatkan, risiko-risiko ini dapat menimbulkan kerusakan parah dan tahan lama terhadap prospek pengembangan. Mereka juga mengancam kebijakan, hingga pada akhirnya, kerja sama global menjadi upaya terpenting yang harus dilakukan.

Laporan WESP memperlihatkan, pertumbuhan ekonomi masing-masing negara memiliki dinamika berbeda.

Di AS, penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dilakukan untuk memberikan dukungan terhadap aktivitas ekonomi. Tapi, mengingat ketidakpastian kebijakan yang masih berlangsung, kepercayaan bisnis melemah dan memudarnya stimulus fiskal, pertumbuhan ekonomi di AS diperkirakan masih melambat. Dari semula 2,2 persen pada 2019 menjadi 1,7 persen pada 2020.

Sementara itu, di UE, pertumbuhan kegiatan manufaktur akan terus tertahan oleh ketidakpastian global. Tapi, kondisi ini dapat diimbangi dengan pertumbuhan stabil dalam konsumsi swasta.

Oleh karena itu, PBB memproyeksikan kenaikan moderat dalam pertumbuhan PDB UE dari 1,4 persen pada 2016 menjadi 1,6 persen pada 2020.

Meski mengalami hambatan besar, Asia Timur tetap menghadapi pertumbuhan yang stabil di kisaran 5,2 persen pada tahun ini. Lebih spesifik, di China, pertumbuhan PDB diprediksi moderat secara bertahap dari 6,1 persen pada 2019 menjadi 6,0 persen pada 2020 hingga menyentuh 5,9 persen pada 2021.

Di sisi lain, pertumbuhan di negara berkembang besar lainnya seperti Brasil, India, Meksiko dan Turki diperkirakan akan mendapatkan momentumnya pada 2020.

Untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi di tahun ini, PBB menganjurkan untuk membaurkan kebijakan yang lebih seimbang. Ketergantungan berlebih terhadap kebijakan moneter tidak cukup mendorong ekonomi, serta membutuhkan biaya signifikan dengan ancaman gangguan terhadap stabiltias sistem keuangan.

PBB menekankan, pembuat kebijakan harus melakukan mix policy yang seimbang untuk merangsang pertumbuhan eonomi sembari mencapai tujuan sosial. Di antaranya, menciptakan inklusi sosial yang lebih besar, kesetaraan gender dan produksi dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan berkelanjutan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement