REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Masyarakat Kabupaten Sleman beberapa hari terakhir dihebohkan isu sebagia SMA-SMA terpapar radikalisme. Terlebih, sejumah media lokal memuat jika data dikeluarkan Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) tersebut.
Kemenag Kabupaten Sleman dan Kanwil Kemenag DIY bergerak cepat menelusuri isu tersebut. Usai bertia-berita muncul pada Rabu (15/1), pada Kamis (16/1) mereka langsung menemui pihak-pihak terkait seperti FKPAI Kabupaten Sleman.
Kasi Pendidikan Agama Islam Kemenag (PAIS) Kabupaten Sleman, Suharto mengungkapkan, pertemuan menghasilkan lima kesimpulan. Intinya, memastikan isu tentang SMA-SMA di Kabupaten Sleman terpapar radikalisme tidak benar.
"Satu, FKPAI tidak pernah melakukan penelitian itu. Dua, FKPAI tidak pernah mengatakan OSIS berubah jadi Rohis. Tiga, FKPAI tidak pernah mengatakan 60 persen SMA terpapar paham radikal," kata Suharto di Kantor Kemenag Kabupaten Sleman, Jumat (17/1).
Empat, ia melanjutkan, angka-angka yang disebut Ketua FKPAI Kabupaten Sleman, Unsul Jasil, berasal dari kabar-kabar yang beredar di media sosial. Lima, FKPAI siap bekerja sama dengan sekolah-sekolah melakukan pembinaan.
Suharto menuturkan, pembinaan itu baik untuk pelajar-pelajar yang kemungkinan terkena narkoba, miras, radikalsime maupun klitih. Serta, pembinaan-pembinaan majelis zikir dan majelis doa seperti yang selama ini sudah dilakukan.
"Kami dari Seksi PAIS Kemenag Kabupaten Sleman sudah melakukan pembinaan kepada rohis-rohis, hasilnya tidak ada indikasi anak anak terpapar paham radikal," ujar Suharto, menegaskan.
Ketua FKPAI Kabupaten Sleman, Unsul Jalis, turut membantah telah membuat pernyataan-pernyataan seperti yang diberitakan. Justru, ia menekankan, FKPAI ingin dekat dengan rohis-rohis yang jelas merupakan pegiat agama.
Tujuannya, lanjut Unsul, tidak lain untuk membangun persahabatan. Harapannya, FKPAI bisa jadi media komunikasi pegiat-pegiat agama di Kabupaten Sleman. Selain itu, Unsul membantah telah mengatakan OSIS banyak diubah jadi Rohis.
"Saya tahu OSIS organisasi sendiri, Rohis organisasi sendiri. Soal angket, saya belum pernah mengucapkan itu, bagaimana mau menyebarkan angket, dana mepet semua, perlu biaya, perlu operasional," kata Unsul.
Unsul turut menanggapi tulisan 60 persen siswa-siswa terpapar radikalisme dan 30 persen guru-guru terpapar radikalisme. Menurut Unsul, itu berasal dari berita-berita penelitian bersifat nasional yang disebut banyak beredar di media sosial.
"Tapi, intinya kami belum pernah melakukan penelitian itu, untuk Sleman insya Allah aman, insya Allah tenang, tapi justru tenang ini kesempatan kita masuk sebagai langkah antisipasi," ujar Unsul.